Kisah Hidup Matthew Perry: Dari Bintang Sitkom ke Pecandu
- Viva.co.id
Bandung – Matthew Perry, yang meninggal dunia pada usia 54 tahun, pernah mengungkapkan kisah hidupnya yang penuh gejolak dalam memoarnya yang berjudul Friends, Lovers, and the Big Terrible Thing.
Dalam bukunya, Perry menceritakan tentang masa kecilnya yang sulit, perjuangannya melawan kecanduan narkoba dan alkohol, serta hubungannya dengan para selebriti.
Perry juga mengungkapkan rasa syukurnya karena masih hidup setelah semua yang telah dia lalui. Ia ingin dikenal sebagai orang yang nyata, bukan hanya sekadar karakter Chandler Bing dalam Friends.
“Saya berada di puncak titik tertinggi saya di Friends, titik tertinggi dalam karier saya, momen ikonik dalam acara ikonik tersebut,” kaa Matthew Perry seperti dikutip dari laman ET Online pada Minggu, 29 Oktober 2023.
"Ketika seorang pecandu narkoba, itu semua soal matematika. Saya tidak melakukannya untuk merasa senang. Saya tentu saja bukan orang yang suka berpesta; Saya hanya ingin duduk di sofa, mengambil lima Vicodin dan menonton film. Itu adalah surga bagi saya. Sekarang tidak lagi,” tambahnya.
Sementara itu, dalam bukunya, Perry menyebutkan beberapa riwayat rawat inap yang dialami dirinya selama bertahun-tahun karena penyalahgunaan narkoba dan alkohol. Namun, buku ini dimulai dengan keadaan darurat medis yang paling mengerikan.
Pada saat itu, ia menderita perforasi gastrointestinal pada usia 49 tahun setelah usus besarnya pecah karena penggunaan opioid yang berlebihan. Perry berjuang untuk hidupnya, menghabiskan dua minggu dalam keadaan koma dan lima bulan di rumah sakit, dan harus menggunakan tas kolostomi selama sembilan bulan.
“Para dokter memberi tahu keluarga saya bahwa saya memiliki peluang dua persen untuk hidup. Saya dipasangi sesuatu yang disebut mesin ECMO, yang melakukan semua pernapasan untuk jantung dan paru-paru. Dan itu disebut Salam Maria. Tidak ada seorang pun yang bisa bertahan dari hal itu," ungkapnya.
Perry mengungkapkan dalam bukunya bahwa dia menjalani 14 operasi pada perutnya, dan bekas luka tersebut berfungsi sebagai pengingat untuk tetap sadar. Namun faktor motivasi terbesar untuk menghindari obat-obatan datang dari terapisnya.
"Lain kali kamu berpikir untuk mengonsumsi Oxycontin, pikirkan saja untuk memiliki kantong kolostomi selama sisa hidup kamu," kata terapis pribadi kepada Perry.
Pada suatu saat kecanduan narkoba, dia mengonsumsi 55 Vicodin sehari. Perry tidak segan-segan menjelaskan besarnya masalah narkoba dan alkohol terhadap tubuhnya. Selain itu. dia juga menggunakan Xanax, OxyContin, Dilaudid, metadon, buprenorfin/suboxone, kokain, dan banyak vodka.
Berbicara dengan The New York Times dalam sebuah wawancara sekitar waktu buku itu diterbitkan, Perry mengungkapkan bahwa ia menghabiskan uang sekitar US$9 juta atau sekitar Rp143 miliar untuk melawan kecanduannya.