Masih Belum Tahu? Ini Sejarah dan Filosopi Cemara Jadi Pohon Natal

Filosopi cemara jadi pohon Natal
Sumber :
  • istimewa

BANDUNG – Banyak orang, khususnya yang non Kristiani mungkin bertanya, kenapa pohon cemara selalu menjadi ikon Hari Natal, selain Santa Claus dan Sinterklas.

Salah satu benda yang hampir selalu ada di saat perayaan Natal, apa lagi kalau bukan pohon cemara atau pohon Natal. Benda yang satu itu biasanya dipajang di rumah-rumah umat Kristiani menjelang, saat, hingga setelah momentum Hari Raya Natal.

Bagaimana sejarah dan filosofi nya pohon cemara identik dengan pohon Natal, simak ulasan berikut ini.

Melansir Britannica.uk pada Sabtu, 18 Juni 2022, secara tradisional pohon cemara memang telah menjadi simbol Kristen. Penggunaan pohon cemara sebagai rangkaian hiasan Natal berbentuk bulat (wreath) atau memanjang (garland) merupakan kebiasaan orang Mesir Kuno, China, dan Ibrani untuk melambangkan kehidupan yang abadi.

Berbeda dengan kalangan masyarakat di Eropa, pohon ini menjadi simbol pertobatan mereka ke dalam agama Kristen. Sementara bagi orang Skandinavia, pohon Natal didirikan di dalam rumah selama Natal dan tahun baru dipercaya untuk menakut-nakuti iblis, menangkal kekuatan sihir, hantu, dan penyakit.

Sementara melansir ABC News, Sabtu, 18 Juni 2022, penggunaan pohon cemara di akhir tahun atau ketika memasuki musim dingin, disebut sudah ada sejak lama, bahkan sebelum ajaran Kristen menyebar.

Ketika itu, pohon cemara atau pinus diletakkan di dalam rumah sebagai tanda kesuburan dan kehidupan baru di kegelapan musim dingin.

Dr Dominique Wilson dari University of Sydney menyebut ini sesungguhnya lebih kepada tema pangan, ketimbang keagamaan.

Pohon Natal di era modern

Pohon Natal modern dengan aneka hiasan dan lampu warna-warni mulanya berasal dari Jerman bagian barat. Mereka menghiasi pohon cemara menggunakan buah apel dan menyebutnya sebagai pohon surga atau Taman Eden.

Penyebutan itu tidak terlepas dari kisah Adam dan Hawa. Pohon tersebut dipajang di rumah mereka saat 24 Desember tiba, itu merupakan hari raya keagamaan Adam dan Hawa.

Selain apel, mereka juga menggantungkan wafer di atasnya sebagai simbol perjamuan Ekaristi. Di sekitarnya, dipasang juga sejumlah lilin sebagai simbol Kristus yang menerangi dunia.

Mengutip History, Sabtu, 18 Juni 2022, untuk lampu-lampu yang kini dipasang di pohon Natal diyakini berasal dari hal yang dilakukan reformator Protestan Martin Luther pada abad ke-16.

Dikisahkan, suatu malam di musim dingin, ia berjalan menuju rumahnya. Langit dihiasi bintang yang berkelap-kelip sehinga membuatnya terpesona.

Sesampainya di rumah, ia menaruh sebuah pohon di ruang utama dan memberinya cahaya menggunakan lilin-lilin di bagian cabang-cabangnya.

Semua itu, agar keluarga di rumah dapat merasakan keindaham yang ia saksikan saat perjalanan sebelumnya. Kembali ke kebiasaan masyarakat Jerman, selain pohon yang dihias dengan apel dan wafer, di ruangan yang sama, mereka juga membuat rak berbentuk segitiga untuk meletakkan patung-patung Natal yang dihiasi dengan cemara, lilin, dan bintang.

Namun, sejak awal abad ke-16, pohon surga dan rak segitiga disatukan menjadi pohon Natal. Tradisi itu kemudian tersebar luas di kalangan Lutheran Jerman pada abad ke-18, namun baru pada abad ke-19 pohon Natal menjadi tradisi Jerman yang mengakar.

Saat itu, pohon natal diperkenalkan ke Inggris oleh Pangeran Albert, suami dari Ratu Victoria, yang lahir di Jerman. Pohon itu didekorasi menggunakan mainan dan hadiah-hadiah kecil, permen, popcorn yang dironce menggunakan benang, juga pita.

Setelah itu, baru lah pohon cemara atau pohon Natal diperkenalkan ke negara-negara lain, bahkan hingga Amerika. (irv)