Kenali Gejala Khas Demam Berdarah Dengue
- Pixabay
BANDUNG – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi endemis di Indonesia. Lantaran Indonesia termasuk negara tropis, penyakit DBD dilaporkan muncul sepanjang tahun, bahkan bisa mengancam masalah serius bagi sebagian besar masyarakat.
Penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan dan ancaman serius di sejumlah wilayah di Indonesia. Peningkatan kasus DBD terus terjadi terutama saat musim hujan. Kementerian Kesehatan mencatat di tahun 2022, jumlah kumulatif kasus Dengue di Indonesia sampai dengan Minggu ke-22 dilaporkan 45.387 kasus. Sementara jumlah kematian akibat DBD mencapai 432 kasus.
"Kasus dengue sudah dilaporkan di 449 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi dengan kematian tersebar di 162 kabupaten/kota di 31 provinsi," kata dr. Tiffany Tiara Pakasi, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dalam Temu Media Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN, beberapa waktu lalu.
Senada, Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Robert Sinto, menuturkan bahwa sejatinya DBD dapat sembuh dengan sendirinya namun bisa mengancam nyawa. Hal itu ditengarai dengan terlambatnya mengenali gejala sehingga pengobatan tak dilakukan segera.
"DBD itu penyakit yang sembuh sendiri, jadi tidak ada antivirus khusus. Kalau telat mengenali dan mulai pengobatan, bisa berdampak kematian. Laporan meninggal kasusnya masih tinggi," tutur Robert dalam acara Hidup Sehat, TvOne, Senin 3 Oktober 2022.
Robert menegaskan pentingnya mengenali gejala DBD sejak dini sebelum menjadi parah dan mengancam nyawa. Biasanya dimulai dengan demam yang mendadak tinggi disertai pegal linu. Meski kerap sulit membedakannya dengan COVID-19, namun menurut dokter Robert, ada cara mudah mengenalinya.
"Demam mendadak tinggi, demamnya naik. Badan pegel linu. Mirip COVID-19. Kalau COVID batuk-pilek dominan. Kalau DBD, batuk-pilek tidak senyata COVID. Kalau ada gejala tersebut harus periksa lab biasanya leukosit dan trombosit turun," tambah Robert.
Robert tak memungkiri ada peningkatan jentik nyamuk dan berisiko menulari di musim peralihan atau pancaroba. Meski laporan kasusnya ada terus sepanjang tahun di Indonesia dan meningkat di musim peralihan seperti saat ini.
"Kata kuncinya, genamgan air. Jadi muncul jentik nyamuk dan timbul penyebaran. Transisi musim tersebut ada genangan bisa membuat nyamuk berkembangbiak. Untuk negara endemis seperti indonesia bisa kasusnya sepanjang tahun, memang meningkat di musim peralihan," tuturnya.
Pada teorinya, nyamuk DBD juga kerap 'beraksi' di pagi dan siang hari. Namun, nyamuk DBD bisa saja tetap muncul meski di malam hari. Maka dari itu, penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih sehingga nyamuk tak berkembangbiak dan memicu penularan.
"Kata kunci lingkungan bersih. DBD ada 1 vektor yaitu nyamuk. Buat kondisi tempat tinggal kita tidak nyaman untuk nyamuk. Salah satunya bersih-bersih, supaya tidak ada genangan dan tidak membuat telur nyamuk bertebaran," kata dia.(dra)