Tantangan Besar Mendidik Generasi Alpha di Era Digital
VIVABandung – Mendidik anak di era teknologi yang berkembang pesat bukanlah tugas yang mudah, terutama bagi orang tua generasi milenial.
Generasi Alpha, yang lahir antara tahun 2010 hingga sekarang, memiliki karakter unik yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya.
Mereka tumbuh di tengah kemajuan teknologi, lingkungan yang sangat interaktif, serta akses informasi yang luas. Semua ini memengaruhi cara mereka berpikir, belajar, dan bertindak.
Generasi Alpha dikenal sebagai generasi digital-native. Mereka tumbuh dengan perangkat teknologi di tangan mereka sejak kecil.
Konselor profesional, Ustaz Khoirul Safrudin, dalam podcast Parents Hebat, menyebut generasi ini memiliki kecenderungan untuk lebih ekspresif dan kolaboratif dibandingkan generasi sebelumnya.
“Mereka tidak bisa hanya duduk manis mendengar arahan. Mereka ingin aktif, mengeksplorasi, dan berpartisipasi,” jelas Ustaz Khoirul Safrudin.
Namun, ada tantangan besar yang dihadapi orang tua saat mendidik generasi ini.
Salah satu tantangan utamanya adalah bagaimana orang tua dapat menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan pengembangan nilai-nilai karakter dan mental yang sehat.
Sebagai orang tua, generasi milenial sering kali cenderung memanfaatkan kemudahan teknologi untuk mempermudah hidup mereka. Hal ini, tanpa disadari, berpotensi menciptakan pola asuh yang kurang aktif secara fisik.
Generasi milenial sendiri digambarkan oleh Ustaz Khoirul Safrudin sebagai generasi yang mudah jenuh dan sedikit malas karena begitu banyaknya pilihan yang tersedia.
Sebaliknya, generasi Alpha memiliki karakter yang lebih adaptif terhadap perubahan. Namun, keakraban mereka dengan teknologi sering kali membuat mereka terlalu bergantung pada dunia digital.
Orang tua dari generasi Alpha tidak bisa mengadopsi sepenuhnya pola asuh generasi sebelumnya. "Anak-anak hidup sesuai dengan zamannya," ujar Ustaz Khoirul Safrudin.
Oleh karena itu, pendekatan fleksibel yang mampu menjawab kebutuhan zaman menjadi kunci. Orang tua harus berperan sebagai produsen nilai yang mampu memahami kebutuhan anak sebagai konsumen.
Beberapa pola asuh yang bisa diterapkan antara lain:
Pertama, Ajak anak untuk aktif dalam kegiatan fisik, seni, atau eksplorasi alam sebagai penyeimbang interaksi mereka dengan teknologi.
Kedua, Sisipkan nilai-nilai moral dalam setiap aktivitas digital, misalnya bagaimana menggunakan media sosial dengan bijak.
Ketiga, Bangun dialog yang sehat untuk memahami sudut pandang mereka dan mendorong mereka untuk mengungkapkan ide-ide mereka secara bebas.
Keempat, Mengawasi tanpa mengekang adalah tantangan tersendiri. Orang tua harus terlibat aktif dalam kehidupan digital anak tanpa terkesan mengontrol secara berlebihan.****