Gempa Kuat Cianjur Terjadi 14 Kali Sejak Tahun 1884, Begini Sejarahnya
- dok BNPB
Bandung – Indonesia kembali berduka. Pada Senin, 21 November 2022, gempa bermagnitudo 5,6 mengguncang Cianjur dan secara meluas pada pukul 13.21 WIB.
Dari peta sebaran gempa BMKG, gempa tektonik yang terjadi kemarin, menunjukkan bahwa gempa ini berpusat di koordinat 6,86° LS ; 107,01° BT, atau tepatnya berlokasi di darat wilayah Sukalarang, Sukabumi, Jawa Barat pada kedalaman 11 Km.
Hingga kini, BMKG mencatat masih ada gempa susulan dengan total 118 gempa susulan setelah gempa besar sebelumnya. Dalam tragedi, hingga laporan terkini terdapat 160 korban jiwa, dan banyak rumah serta sejumlah fasilitas umum yang rubuh dan rusak.
"Gempa gak harus besar untuk hancurkan, karena gempa rata-rata dangkal 12 km dan itu gak perlu kekuatan 7 magnitudo, kekuatan 4, 5, 6 juga bisa timbulkan kerusakan signifikan," jelas Kepala Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono dalam konferensi pers.
Daryono, melalui media sosialnya juga menjelaskan bahwa gempa yang terjadi di Cianjur ini bukan pertama kalinya terjadi. Ia mengatakan bahwa wilayah Cianjur, Lembang, Purwakarta, serta Bandung, secara tektonik adalah kawasan seismik aktif dan kompleks.
Menurut sejarah catatan BMKG telah terjadi sebanyak 14 kali gempa berkekuatan sedang-besar merusak di kawasan Cianjur-Sukabumi tersebut.
Sejarah gempa pertama kali tercatat terjadi pada tahun 1844, lalu 1879, 1900, 1910, dan 1912. Kerusakan terjadi pada rumah-rumah warga.
Mulai memasuki tahun 1960an, gempa berkekuatan M5,4 terjadi pada tahun 1969, 1973, 1982 dan 2000. Kerusakan berat kerap terjadi dan memakan korban jiwa.
Lalu, pada 11 tahun terakhir, gempa kembali mengguncang di tahun 2011, 2012 sebanyak dua kali, 2020 dan terakhir 2022. Guncangan terbesar terjadi pada tahun 2012 pada 4 Juni, yaitu M6,1.
Hingga kini, menurut catatan BMKG kerusakan paling besar yaitu pada tahun 2022, sebanyak 162 orang meninggal dunia, ratusan luka-luka dan lebih dari 2.345 rumah rusak.
Daryono juga mengungkapkan berdasarkan peta seismisitas tahun 2009-2021, menjadikan kawasan tersebut masuk dalam daerah rawan terjadi gempa dengan kedalaman yang bervariasi.
Kepala BMKG, Dwikorita mengimbau agar masyarakat menghindari bangunan yang retak atau mengalami kerusakan setelah gempa terjadi.
Selain itu, mengingat saat ini musim hujan masih terus terjadi, maka masyarakat juga diimbau untuk mewaspadai daerah lereng pegunungan yang dapat berpotensi longsor akibat gempa bumi.