Kenaikan Cukai Tembakau Didesain untuk Mengurangi Perokok
- Bea Cukai
BANDUNG – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, kenaikan cukai hasil tembakau memang didesain untuk menciptakan harga per bungkus, yang indeks kemahalannya bisa dipertahankan atau bahkan sedikit meningkat.
Hal itu diutarakannya saat menggelar rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, guna membahas kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2023.
"Ini tujuannya supaya 'affordability' atau kemampuan untuk membeli rokoknya menurun, supaya kemudian konsumsinya juga menurun," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi, Senin, 12 Desember 2022.
Dia menilai, kebijakan tersebut efektif dalam menekan jumlah konsumsi dan produksi rokok. Sebab, pada saat Pemerintah menaikkan cukai rokok dengan cukup tinggi pada tahun 2020, terlihat bahwa produksi rokok juga menurun cukup drastis. "Hingga minus 9,7 persen," ujarnya.
Kemudian tahun selanjutnya, yakni pada 2021, seiring dengan pemulihan ekonomi kita juga melihat kenaikan produksi rokok meningkat hingga sebesar 4 persen.
"Kemudian sampai November 2022 ini, kita lihat produksi rokok turun 3,3 persen, karena adanya kenaikan harga per bungkus pada 2021 sebesar 12,1 persen dan pada 2022 sebesar 12,2 persen," kata Sri Mulyani.
Selain itu, Menkeu juga menjabarkan bahwa Pemerintah sudah berhasil menurunkan rokok ilegal, dari 12,1 persen pada tahun 2016 menjadi hanya 5,5 persen pada tahun 2020.
Sri Mulyani menegaskan, capaian ini merupakan suatu prestasi dari Dirjen Bea Cukai yang perlu untuk terus dijaga. Karena memang prevalensi dari rokok ilegal tanpa cukai atau dengan cukai yang salah itu juga meningkat.
"Kami menggunakan kombinasi antara cukai dengan harga untuk membuat kebijakan, dalam rangka menciptakan suatu tingkat harga yang juga bisa menimbulkan pengurangan konsumsi dan juga 'enforcement' untuk menangani rokok ilegal," ujarnya.