Alasan LPSK Tolak Permohonan Perlindungan Pacar Mario Dandy
- antvklik.com
Bandung – Permohonan perlindungan yang diajukan oleh pacar Mario Dandy Satrio, yaitu AG (15), ditolak oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Kami sudah putuskan menolak," ucap Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas kepada wartawan, Selasa 14 Maret 2023.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah memproses terkait dengan permintaaan perlindungan dari pelaku anak, AG (15) dalam kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo kepada David Ozora. Dia mengatakan akan segera mengumumkan permintaan itu.
"Sudah, besok Senin (hari ini) mungkin akan diputuskan permohonannya (diterima atau ditolak)," ujar Wakil LPSK, Edwin Partogi saat dikonfirmasi wartawan pada Minggu 12 Maret 2023.
Diketahui, Mario Dandy menganiaya David di area Perumahan Green Permata di Jalan Swadarma Raya Kelurahan Ulujami, Jakarta Selatan pada Senin 20 Februari 2023.
Hasto Atmojo Suroyo, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), mengungkapkan alasan LPSK menolak permintaan perlindungan mantan pacar Mario Dandy Satrio AG.
Menurutnya, permohonan perlindungan klien ditolak karena tidak memenuhi syarat perlindungan sesuai Pasal 28 ayat (1) huruf a dan d.Pasal ini mengatur syarat formil perlindungan saksi dan/atau korban.
Menurutnya, Pasal 28 (1) huruf a mengatur tentang sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, serta huruf d, terkait rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban.
“Status hukum pemohon (AG) sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, tidak termasuk ke dalam subyek perlindungan LPSK yang diatur dalam Pasal 5 (3) UU Nomor 31 Tahun 2014,” katanya kepada wartawan, Selasa 14 Maret 2023.
Meski begitu, lanjutnya, Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK merekomendasikan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dengan tembusan KPAI.
Rekomendasi tersebut mengandung arti bahwa kedua belah pihak dapat membantu Kejaksaan dan memastikan terpenuhinya hak-hak Kejaksaan dalam proses pidana sebagai anak berkonflik, khususnya Pemohon sebagai anak berkonflik sesuai ketentuan Pasal 3 UU No 11 Tahun 2012, yang mengatur tentang sistem hukum tindak pidana anak dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Perlindungan Anak 23 Tahun 2002.