Merasa Muak Atas Kasus Korupsi dan Suap di Korea Utara, Banyak Warga yang Pukuli Polisi
- VIVA
Viva Bandung – Warga Korea Utara yang merasa tidak puas, mengecam praktik korupsi oleh polisi di negara itu secara terbuka. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan memukuli petugas.
Menurut seorang pejabat pemerintah setempat, yang melihat dokumen rahasia yang merinci kasus tersebut.
“Belum lama ini, saya menemukan dokumen rahasia yang berisi informasi mengejutkan. Antara Juli dan Desember tahun lalu, puluhan insiden orang memprotes tirani polisi, atau bahkan membalas dendam dengan memukuli para polisi, telah terjadi di sini di provinsi Ryanggang,” kata seorang pejabat administrasi di provinsi utara kepada Radio Free Asia (RFA) secara anonim, dikutip Senin, 5 Juni 2023.
Rincian dari dokumen rahasia tersebut adalah tentang beberapa serangan kekerasan terhadap petugas polisi Korea UTara.
“Seorang penduduk dari daerah Paegam dan putranya memojokkan seorang petugas polisi di pinggir jalan dan dia menyebabkan memar parah di kepala petugas itu,” kata pejabat itu.
“Dikatakan sebagai balas dendam terhadap petugas yang menghina istrinya dengan memperlakukannya seperti penjahat di tempat kerjanya dengan memaksanya untuk mengaku bahwa dia bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi di tempat kerjanya,” katanya.
Banyak orang mulai memandang polisi sebagai pengganggu. Penduduk lain di provinsi Ryanggang menjelaskan kepada RFA tanpa menyebut nama untuk berbicara dengan bebas.
"Kemarahan warga terhadap polisi yang menggunakan segala macam tirani dengan dalih penegakan hukum semakin meningkat," katanya.
“Ketika Anda pergi ke pasar, Anda sering melihat wanita memprotes atau berdebat dengan keras, dan menuding polisi yang sedang bertugas,” tambahnya.
Tidak jarang, perkelahian pun terjadi di pasar antara polisi dengan pedagang.
Secara terpusat, perekonomian terencana Korea Utara runtuh pada tahun 1990-an setelah jatuhnya Uni Soviet. Sejak itu, gaji untuk pekerjaan di pemerintahan pada dasarnya menjadi tidak berharga. Untuk bertahan hidup, orang harus memiliki pekerjaan sampingan, memulai bisnis, atau dalam kasus polisi menerima suap.
Perekonomian yang sudah diusahakan untuk berubah menjadi lebih buruk selama masa pandemmi COVID-19. WArga yang pernah mentolerir polisi yang melakukan penyuapan pun muak.
Di kota Hyesan, seorang petugas menghentikan pengemudi untuk meminta bensin dan uang tunai ketika pengemudi tidak memiliki dokumen yang lengkap.
"Dalam kemarahan atas tirani petugas polisi, yang menahan dia dan mobilnya selama lebih dari dua jam, pengemudi itu menabrak sepeda motor petugas dengan mobilnya dan memukulinya hingga pingsan," kata pejabat itu.
Insiden lain, seorang wanita di Kimjongsuk mengunjungi rumah petugas polisi yang telah menghukum suaminya di kamp pelatihan kerja selama 6 bulan. Dia mengatakan suaminya tidak masuk kerja karena alasan keluarga, tetapi petugas memperlakukannya seperti gangster pengangguran.
“Bahkan agen jaminan sosial yang saya tahu sangat bingung,” katanya. “Mereka mengatakan bahwa kecuali mereka yang melawan petugas penegak hukum dihukum berat, mereka tidak akan tahu apa lagi yang bisa terjadi pada mereka di kemudian hari.”
Kendati demikian, pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah ledakan kekerasan.
Sejak Juni 2022 lalu, masyarakat Korea Utara diwajibkan menghadiri sesi pendidikan tentang mematuhi hukum di tempat kerja dan di rumah. Kim Jong Un telah memberlakukan kebijakan yang memperlakukan kekerasan terhadap penegakan hukum sebagai tindakan melawan negara dan harus dikenai hukuman berat.
Tetapi kasus-kasus yang dilaporkan dalam dokumen tersebut menunjukkan bahwa beberapa warga negara telah melewati titik puncaknya sehingga mereka bersedia mengabaikan risiko yang mereka ambil saat mengejar polisi.