Hak Pilih dan Pencalonan Diri Etnis Rohingnya di Pemilu Myanmar Resmi Dicabut
- Viva.co.id
VIVA Bandung - Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, yang juga merupakan Pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) merupakan pemenang di pemilihan nasional Myanmar beberapa tahun yang lalu.
Pemilu tersebut merupakan kali kedua dilaksanakan sejak berakhirnya pemerintahan militer di tahun 2011.
Per-tahun 215 silam, partai yang didirikan Suu Kyi mengklaim hasil kemenangannya yang mengakhiri lebih dari lima dekade pemerintahan militer.
Seperti yang dilaporkan oleh Globalnews pada Senin, 9 November 2020, para pendukung partai NLD yang berkuasa di Myanmar merayakan hasil awal pemilihan umum yang menunjukkan bahwa partai yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi akan menjadi pemenang.
Meskipun Aung San Suu Kyi telah diprediksi akan memenangkan pemilu Myanmar, namun kenyataannya beberapa wilayah, termasuk daerah etnis Rohingya di Rakhine, tidak mengadakan pemungutan suara karena alasan keamanan.Warga Rohingya tidak memiliki hak pilih dalam pemilu Myanmar.
Dilaporkan oleh BBC, hak pilih penduduk minoritas Rohingya dicabut menjelang pemilihan umum pada tahun 2015 setelah dokumen sementara yang dipegang oleh banyak orang tidak dianggap valid lagi.
Lebih dari 740.000 orang telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh sejak tindakan keras yang dilakukan oleh tentara pada tahun 2017, tetapi masih ada beberapa ratus ribu orang yang tinggal di negara bagian Rakhine barat.
Pada bulan September, penyelidik hak asasi manusia PBB untuk Myanmar menyatakan bahwa pemilihan umum yang bebas dan adil sulit dilaksanakan karena banyaknya minoritas Muslim di Rakhine State yang kehilangan hak pilih.
Namun, pemerintah Myanmar, yang mayoritas beragama Buddha, tidak mengakui Rohingya, menolak memberikan kewarganegaraan kepada mereka, dan mencemooh mereka sebagai "imigran ilegal" dari Bangladesh.
Pada bulan Januari, pengadilan tinggi PBB memerintahkan Myanmar untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi Rohingya dari genosida.
Namun, Suu Kyi menolak tuduhan genosida tersebut dan menyebut peristiwa tersebut sebagai kejahatan perang.
Pada awal tahun ini, enam dari 12 orang Rohingya mengajukan diri sebagai calon anggota parlemen Myanmar.
Namun, pencabutan hak pilih bagi etnis Rohingya membuat mereka terpaksa menghentikan rencana tersebut.
Warga minoritas di Rakhine State dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan umum.
Seperti yang diketahui, lebih dari 90 partai politik bersaing untuk memilih anggota di kedua majelis parlemen nasional, yaitu Dewan Kebangsaan dan Dewan Perwakilan Rakyat yang lebih rendah, serta majelis tujuh negara bagian dan tujuh wilayah di negara tersebut.
Terdapat lebih dari 37 juta pemilih yang memenuhi syarat dan mereka akan menentukan nasib total 1.171 kursi.