Begini Hukum Mengucapkan 'Selamat Natal' Bagi Seorang Muslim Menurut Buya Yahya
- YouTube Al-Bahjah TV
VIVA Bandung - Setiap tanggal 25 Desember, seluruh umat kristen di seluruh dunia tengah merayakan hari raya natal.
Di mana di hari mulia ini, umat kristiani biasanya merayakannya dengan pergi ke gereja kemudian dilanjut dengan acara kumpul-kumpul keluarga.
Di Indonesia sendiri, biasanya momen natal diisi dengan pagelaran musik, tukar kado, hingga berlibur ke tempat wisata.
Akan tetapi, hal yang paling utama biasanya mengucapkan selamat Hari Raya Natal bagi tiap-tiap orang yang merayakannya.
Hal itu lantas menimbulkan pertanyaan bagi umat muslim, bagaimana hukumnya mengucapkan selamat natal oleh seorang muslim.
Pertanyaan serupa kerap muncul tiap tahun menjelang natal, mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia.
Oleh karena itu, Buya Yahya pun memberikan pandangannya terkait fenomena tahunan ini.
Menurutnya, toleransi agama yang sesungguhnya adalah dengan menghargai dan menghormati orang lain tanpa memaksanya.
Seperti halnya natal, umat muslim juga memiliki hari rayanya sendiri, yaitu Idul Fitri.
Saat melaksanakan hari raya, umat muslim tidak boleh memaksa orang Nasrani untuk mengucapkan selamat, begitu pun sebaliknya.
"Toleransi itu jangan paksa orang lain untuk ikutin kamu. Jadi gara-gara toleransi salah dalam penerapannya. Contohnya gini, toleransi kalau hari raya Idul Fitri, Anda jangan paksa karyawan Nasrani untuk ucapkan 'Selamat Hari Raya' atau memberikan bingkisan, kan begitu mestinya. Seperti pengajian, orang Nasrani tidak wajib," kata Buya Yahya, mengutip video di Youtube Al-Bahjah TV, Senin 25 Desember 2023.
Buya Yahya juga menegaskan, esensi dari toleransi adalah tidak memaksakan kehendak untuk mengucapkan selamat natal ataupun ikut merayakannya.
Di sisi lain, Buya Yahya mengatakan alasan umat Islam tidak ikut merayakannya adalah karena Yesus Kristus, dalam ajaran Islam adalah seorang nabi bukan tuhan.
"Apa sih artinya mengucapkan 'Selamat Natal'? Mengucapkan itu artinya merayakan kelahiran Yesus yang Tuhan bagi umat Nasrani. Jadi kalau kita (umat Islam) jangan pusing karena di Nabi Isa bukan Tuhan bagi umat Islam," terangnya.
Dari situlah kemudian mengapa ajaran Islam sangat berbeda dengan ajaran Kristen. Oleh karenanya umat muslim tidak perlu ikut merayakannya.
Menurut Buya Yahya, hal itu semestinya tidak jadi permasalahan, pasalnya umat Kristen sendiri tidak merasa keberatan jika saudara muslimnya tidak memberikan ucapan.
"Jadi kalau mengatakan haram bukanlah sebuah masalah, justru yang mempermasalahkan, orang Islam yang ngaco. Orang Nasrani tidak masalah kalau Islam tidak mengucapkan Natal," ujar Buya Yahya.
Oleh karenanya, saling menghargai keyakinan adalah wujud pengejawantahan dari esensi toleransi itu sendiri.
Bukan masalah mengucapkan atau tidak, tetapi kewajiban umat muslim adalah menolong dan membantu saudaranya umat kristiani dimanapun berada.
"Dalam Islam nggak ada toleransi adanya kewajiban, misalnya tetangga sakit kita wajib ngasih, tetangga Nasrani yang sakit, kita wajib kasih makan, kasih obat, tetangga Nasrani yang lapar kita wajib kasih maka, itu bukan toleransi tapi kewajiban," jelasnya.