Banyak Saudara Jokowi Dapat Jabatan di BUMN, Ngabalin Bantah Politik Dinasti

Tenaga Staf Ahli Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin.
Sumber :
  • tvonenews.com

Bandung - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin, mengatakan fenomena penempatan saudara Presiden Joko Widodo (Jokowi) di tampuk kursi pimpinan BUMN bukan merupakan politik dinasti.

Alih-alih politik dinasti, Ngabalin justru menyebut hal itu merupakan lumrah karena kepercayaan negara terhadap kemampuan yang mereka miliki.  

"Semua orang yang dianggap oleh negara memiliki kewenangan dan kemampuan yang mumpuni, ya seperti itu," kata Ali Mochtar Ngabalin dilansir dari Antara, Rabu (13/6). 

Ngabalin berkata demikian sebagai bentuk jawaban atas berbagai kritik yang belakangan ini menyasar  keponakan Presiden Jokowi, Bagaskara Ikhlasulla Arif, yang ditunjuk untuk memegang jabatan sebagai Manager Non-Government Relations di PT Pertamina (Persero). 

Selain itu, Ponakan Presiden Jokowi lainnya adalah Joko Priyambodo yang diangkat menjadi Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, anak perusahaan PT Pertamina (Persero).

Joko resmi diangkat di posisi tersebut pada 20 Mei 2024. 

Tidak sampai di situ,  Kerabat Presiden Jokowi berikutnya yang duduk di perusahaan pelat merah juga didapat Sigit Widyawan, suami dari sepupu Jokowi, yang kini menjabat Komisaris Independen PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI.

Ngabalin sebagai seseorang yang pernah ditunjuk oleh Jokowi sebagai Komisaris di Angkasa Pura I, kemudian di Pelindo III, menganggap kritik belakangan soal politik dinasti hanyalah pengamatan dari seorang pengamat saja tidak lebih.  

"Kalau pengamat itu kan namanya juga pengamat, mengamati dari jauh kan? Mengamati," ujarnya.

Terakhir Ngabalin kembali menegaskan jika fenomena penunjukan saudara Jokowi sebagai petinggi BUMN bukanlah politik dinasti.

Ia juga menghimbau kepada masyarakat untuk menghargai kapasitas para saudara-saudara Jokowi terpilih itu. 

"Sama sekali tidak ada hubungannya, jauh," ucapnya.

Ngabalin mengimbau masyarakat untuk menghargai kapasitas dan kapabilitas seseorang dalam mengemban jabatan publik.

"Jangan dipikir dinastilah, nepotismelah, dikit-dikit," katanya.