Gagas Nusantara: Tuduhan Monopoli Avtur Hati-hati, Pemerintah Harus Perkuat Koordinasi

Proses pengisian avtur ke pesawat/Bisnis aviasi Pertamina
Sumber :
  • Pertamina

VIVABandung – Isu monopoli avtur kembali mencuat setelah Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyatakan bahwa Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melindungi Pertamina dalam menguasai pasar avtur di Indonesia. Pernyataan ini menyoroti dominasi PT Pertamina Patra Niaga sebagai satu-satunya penyedia avtur di Tanah Air, yang dianggap berdampak pada tingginya harga bahan bakar pesawat dan, secara tidak langsung, mempengaruhi mahalnya tiket penerbangan domestik. Di tengah tudingan ini, muncul desakan untuk memperbanyak penyedia avtur guna menciptakan kompetisi yang sehat, sementara Pertamina dan sejumlah pihak lainnya.

Menyikapi tuduhan tersebut, Gagas Nusantara melalui Ketua Romadhon Jasn menilai bahwa tudingan monopoli terhadap Pertamina perlu dipertimbangkan dengan lebih bijak. Menurutnya, Pertamina Patra Niaga telah menjalankan tugas sesuai dengan regulasi yang ada, termasuk Peraturan BPH Migas No. 13/P/BPH Migas/IV/2008, yang mengatur pengawasan distribusi avtur di seluruh bandara Indonesia. 

Gagas Nusantara menegaskan bahwa peran Pertamina bukan hanya soal keuntungan komersial, melainkan juga memastikan pasokan avtur di daerah-daerah terpencil yang tidak menguntungkan bagi penyedia swasta. Karena itu, Romadhon menyerukan agar pemerintah, termasuk KPPU dan Kementerian Perhubungan duduk bersama dengan Pertamina untuk membahas isu ini secara komprehensif, demi menghindari kesalahpahaman yang justru bisa merugikan industri penerbangan nasional.

Menurut Romadhon, penugasan kepada Pertamina dalam penyediaan avtur di seluruh Indonesia merupakan langkah strategis pemerintah untuk memastikan ketersediaan energi yang merata, terutama di wilayah terpencil. 

"Pertamina Patra Niaga bertanggung jawab tidak hanya di bandara besar, tetapi juga di bandara kecil yang tidak menguntungkan secara ekonomi,” kata Romadhon dalam keterangannya, Sabtu (5/10/2024).

Hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab negara untuk memastikan akses bahan bakar yang merata bagi seluruh penerbangan, baik komersial maupun nonkomersial. Jika penyedia swasta tidak tertarik memasuki pasar di wilayah-wilayah tersebut, maka tugas tersebut sepenuhnya ada pada Pertamina.

Terkait dengan tuduhan harga avtur yang tinggi di Indonesia, Gagas Nusantara menilai bahwa faktor tersebut tidak sepenuhnya karena monopoli, melainkan disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang berbeda dari negara-negara lain di Asia Tenggara. Harga avtur di Indonesia ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 K/10/MEM/2019, yang mempertimbangkan beberapa faktor seperti volume permintaan, frekuensi penerbangan, dan harga pasar internasional seperti Mean of Platts Singapore (MoPS).

Romadhon mengungkapkan bahwa harga avtur di Indonesia, yang dilaporkan sekitar Rp13.211 per liter, masih lebih rendah dibandingkan harga avtur di Singapura yang mencapai Rp23.212 per liter pada periode yang sama.

Romadhon juga menegaskan bahwa tudingan monopoli ini seharusnya tidak dilontarkan tanpa kajian mendalam. 

"KPPU dan Kementerian Perhubungan harus berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan soal monopoli. Ini bisa menimbulkan persepsi keliru di masyarakat dan berpotensi merugikan stabilitas sektor energi dan penerbangan nasional," tegasnya.

Romadhon mendorong agar semua pihak, termasuk KPPU, Kementerian Perhubungan, dan Pertamina, bisa duduk bersama untuk mencari solusi terbaik yang tidak hanya menjaga kompetisi yang sehat, tetapi juga memastikan ketersediaan dan distribusi avtur di seluruh Indonesia tetap terjaga. 

"Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil berpihak pada kepentingan nasional dan mendorong kolaborasi yang konstruktif di antara semua pemangku kepentingan," tutup Romadhon.