Anaknya Jadi Korban Kebengisan Geng Motor, Ibu Asal Subang Ini Ngadu ke KDM
- Istimewa
VIVABandung - Nasib tragis dialami oleh ibu asal Subang, Jawa Barat. Pasalnya, anak dari sang ibu baru saja jadi korban kebengisan geng motor. Buntut tidak ditanggung BPJS karena kasus kriminal geng motor, sang ibu pun ngadu ke calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi pada Sabtu, 19 Oktober 2024.
Dikutip VIVA Bandung dari channel YouTube Kang Dedi Mulyadi, Minggu 20 Oktober 2024, sebanyak tiga orang perwakilan korban termasuk salah satunya ibu dari korban datang ke kediaman Kang Dedi Mulyadi (KDM) untuk mengadukan soal permasalahan ini.
"Saya dari Mansial, Cipunagara, Subang. Ini ada korban mau curhat tentang penusukan geng motor", kata salah satu perwakilan korban, Sabtu 19 Oktober 2024.
Kemudian ibu dari korban pun langsung bercerita kepada KDM jika anaknya telah ditusuk oleh kawanan geng motor di bagian punggung pada malam hari.
"Anak saya ditusuk di bagian punggung dan paha saat pulang jam 12 malam", kata ibu korban.
Mendengar curhatan dari sang ibu yang menyebut anaknya pulang tengah malam, KDM pun menyangka jika anak sang ibu bandel karena susah dikasih tahu.
"Anak sekarang mah susah dikasih tahunya, dikasih tahu sama orang tua gak pernah nurut", jawab KDM.
Prasangka KDM pun bukan tanpa sebab, pasalnya korban yang tak lain merupakan anak pertama dari sang ibu, ternyata masih duduk di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kemudian, KDM pun menyarankan kepada sang ibu agar sang anak tidak dikasih motor dulu karena belum cukup umur.
"SMK kan belum boleh bawa motor ibu", tegas KDM.
Sang ibu kemudian melanjutkan curhatnya, katanya kejadian tersebut terjadi di Jl. Pagaden Subang dan pelakunya berjumlah tujuh orang. Lebih mirisnya lagi, kata sang ibu, ternyata salah satu dari pelaku sudah berumah tangga.
Tidak hanya itu, sang ibu juga menjelaskan jika kejadian tersebut terjadi di dekat sebuah warung yang diduga menjual minuman keras.
"Sekarang ada warung yang sering buka menjual minuman keras, lokasinya di dekat situ", ucap sang ibu.
Tidak sampai di situ, kejadian ini semakin miris tatkala sang ibu mengaku jika ketujuh pelaku belum mendapatkan hukuman secara maksimal.
Kemudian KDM pun bertanya kenapa hal itu bisa terjadi.
"Ibu sudah minta penjelasan ke Polres Subang kenapa ketujuh pelaku tidak dihukum", tanya KDM.
"Saya gak ngerti pak, karena saya kurang ngerti hukum. Setahu saya dibekingi oleh LSM", kata sang ibu.
"Jadi prasangka ibu karena itu", tanya KDM.
Setelah ditanya lebih jauh oleh KDM, sang ibu pun bercerita jika ketujuh pelaku belum dihukum maksimal dikarenakan belum cukup bukti.
"Iya, alasan ketujuh pelaku belum dihukum karena belum cukup bukti", kata sang ibu.
Alih-alih mendukung sang ibu, ternyata KDM justru mendukung Polres Subang karena tidak semerta-merta menghukum pelaku jika belum terpenuhi buktinya. Ia pun membandingkan dengan kasus VINA Cirebon, di mana saat itu para terduga pelaku langsung dieksekusi oleh Polres setempat meski belum cukup bukti.
"Berarti Polres Subang bagu karena belum ada bukti gak diproses. Kalau di Cirebon mah beda, gak ada bukti tetiba langsung diproses", jawab KDM.
Untuk memenangkan sang ibu, KDM pun berjanji akan meminta klarifikasi lebih jauh kepada pihak Polres Subang.
"Nanti saya tanyain ke Polres Subang", janji KDM.
Kemudian sang ibu pun curhat kebingungan terkait biaya berobat untuk sang anak. Hal itu dikarenakan korban pembacokan geng motor tidak akan ditanggung oleh BPJS.
"Saya bingung untuk biaya berobat korban", curhat sang ibu.
Dengan tabiatnya yang senang menolong, KDM pun berjanji akan membantu sang ibu.
Namun karena KDM tidak mungkin untuk memberikan uang karena mendekati Pilgub Jabar khawatir disangka politik uang, alhasil KDM pun meminta pegawainya, yaitu Kang Mumu untuk membiayai berobat korban hingga sembuh.
"Awalnya saya marah karena anaknya bandel, namun karena ibu sudah kesini nanti sata bantu sampai selesai. Ibu tenang, nanti biayanya dibayarin sama Kang Mumu", tutup KDM.
Sebagai informasi, korban begal atau keganasan geng motor tidak akan ditanggung oleh BPJS kesehatan. Hal itu mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) no. 59 tahun 2024 tentang jaminan kesehatan.