Ditjen Pajak Sentil Artis yang Pamer Barang Branded di Medsos
- Tangkap layar @ditjenpajakri
BANDUNG – Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan trend challenge memamerkan kemewahan barang branded. Rupanya, trend yang viral tersebut disorot Ditjen Pajak.
Melalui akun TikTok resmi @ditjenpajakri, Ditjen Pajak bahkan menyentil sederet artis yang ikutan pamer barang branded challenge.
"Segera ungkapkan hartamu sebelum kena nina-ninu" tulisnya dalam caption.
Ditjen Pajak menghimbau bagi mereka yang memiliki kekayaan untuk segera melapor. Dalam video tersebut, Ditjen Pajak mengungkapkan jika ada Program Pengungkapan Sukarela. Program tersebut berlangsung dari bulan Januari hingga Juni 2022.
Sontak video Ditjen Pajak itu menuai beragam komentar dari para netizen.
“Orang-orang kaya di tiktok be like : ada yg mantau tapi bukan cctv, candaaaa,” komentar netizen dalam akun TikTok Ditjen Pajak.
“Maaciw trend yang udah ngebantu pihak pajak,” komentar lainnya.
“Kita yang miskin tolong deh ya. jangan ngerasa kepanggil,” komentar yang lain.
“Tapi hartaku belinya di pasar senen sama pasar baru,” komentar netizen yang lain.
Diketahui bahwa sederet artis dan selebgram yang mengikuti trend tersebut diantaranya, anak Raffi dan Nagita, putri terakhir Sarwendah, Fuji, Tasya Farasya, dan masih banyak lagi.
Sebagai informasi, PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta.
Pelaporan PPS dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs https://djponline.pajak.go.id/account/login dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).
Melansir dari situs Ditjen Pajak, berikut beberapa manfaat mengikuti PPS.
1. Kebijakan I,tTidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak (200% dari PPh yang kurang dibayar);
a. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
2. Kebijakan II, tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap;
a. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.(aga)