Wanita Lebih Hancur Akibat Gagal Nikah Dibanding Pria? Simak Ulasannya
- Shuttershock
BANDUNG - Hubungan asmara yang serius biasanya diakhiri dengan pernikahan. Saat sudah sepakat, segala hal yang menyangkut pernikahan pun dipersiapkan. Tak perlu ditanya betapa pusingnya mengurus hal tersebut. Bahkan terkadang, ada yang sampai bubar dan gagal menikah karena tak temukan jalan tengahnya.
Kalaupun lancar, ada yang gagal menikah karena faktor lain; ketahuan punya simpanan, misalnya. Kalau sudah begini, bohong bila tidak merasa sedih, kecewa, marah, dan stres berat. Perjalanan panjang hubungan dan usaha yang sudah dikeluarkan terasa sia-sia saja. Bisa dibilang, gagal nikah merupakan momen terpuruk bagi muda - mudi.
Pria atau wanita yang lebih terpuruk jika gagal menikah?
Ketika sebuah pernikahan tidak jadi dilangsungkan meski sudah menyiapkan segalanya, kubu pun langsung terbagi dua. Ada yang menganggap bahwa pria adalah pihak yang paling dirugikan. Namun, ada juga yang percaya bahwa pihak wanitalah yang paling menderita.
Pria dianggap rugi karena biasanya sudah mengeluarkan banyak uang untuk persiapan. Selain itu, cukup sulit mencari wanita baru untuk langsung diajak serius. Pria harus mencari, sedangkan wanita tinggal menunggu lamaran saja, begitu biasanya pikir mereka.
Di sisi lain, wanita dianggap jadi pihak yang yang paling menderita, karena batal menikah sama saja dengan menunda usia hamil. Wanita yang gagal nikah dan belum dapat gantinya dalam waktu lama rentan dibilang perawan tua. Belum lagi, malunya keluarga besar, begitu pendapat masyarakat.
Melansir halodoc.com, berikut ini tanggapan psikolog Ikhsan Bella Persada, tentang hal tersebut. Benarkah ada salah satu pihak yang lebih sengsara ketika gagal menikah?
“Baik pria maupun wanita bisa mengalami keterpurukan atau stres berat ketika gagal menikah. Tergantung bagaimana si individu tersebut memaknai masalah yang terjadi,” ucap Ikhsan, Kamis 26 Mei 2022.
“Kalau bagi si individu itu pernikahan merupakan hal yang sangat diinginkan, ditambah orang sekitar sudah sering mendorong untuk menikah tapi akhirnya gagal, dia ini yang paling terpuruk. Dia bisa depresi, bahkan trauma,” tegasnya.
Dengan kata lain, siapa yang paling terpuruk akibat gagal menikah tidak ditentukan oleh jenis kelamin. (irv)