Kang Dedi Sepakat Jabatan Kades 6 Tahun 3 Periode: Lebih Demokratis

Kang Dedi Mulyadi
Sumber :
  • Istimewa

BANDUNG – Para kepala desa (kades) se-Indonesia menuntut agar masa jabatan ditambah dari semula enam tahun menjadi sembilan tahun. Lalu apa tanggapan Kang Dedi Mulyadi terkait hal tersebut?

Momen Cagub Jabar Dedi Mulyadi Nangis Mendengar Kisah Ibu Guru Supriyani

Sebagai orang yang sejak dulu konsen terhadap kehidupan dan masyarakat desa, hal yang paling mendasar untuk dipertanyakan adalah mengapa hingga saat ini selalu muncul anggapan bahwa desa selalu tertinggal dari kemajuan kota.

Padahal, kata Kang Dedi, semua aspek perekonomian berputar di hampir seluruh desa di Indonesia mulai dari pertanian, peternakan, air bersih hingga sumber daya alam seperti emas dan batu bara.

Camat Dicopot Gegara Bantu Guru Supriyani, Cagub Jabar Dedi Mulyadi Turun Tangan

"Yang jadi persoalan kenapa desa selalu menjadi belakang mendapatkan kemajuan. Atau memang desa selama ini menjadi anak tiri?," ucap Kang Dedi saat bincang sore dengan kepala desa, kemarin.

Namun Kang Dedi mengakui seiring dengan berubahnya arah pembangunan desa telah memiliki otonomi sendiri. Sayangnya dana desa kerap menjadi problem sehingga tak sedikit kades yang tersandung masalah hukum.

Solusia Kreatif Cagub Jabar KDM: Ubah Sengketa Jalan Jadi Destinasi Wisata di Bogor

Kang Dedi yang tahu akan potensi desa, saat menjadi Bupati Purwakarta membuat gebrakan seperti pola pengupahan kepala desa yang semula didapat 3-6 bulan sekali menjadi satu bulan sekali. Termasuk standarisasi tunjangan yang diberikan untuk RT dan RW.

"Kemudian dialirkan bantuan pembangunan desa untuk bangun infrastruktur, itu jauh sebelum ada dana desa. Kades juga saya dorong ada yang jadi anggota DPRD, ada ketua DPRD, ada jadi Wakil Bupati," ucapnya.

Di momen obrolan sore tersebut Kang Dedi berbincang dengan Kades Cibukamanah Eni Kurniati. Dari obrolan tersebut terungkap bahwa tidak ada kades asal Purwakarta yang ikut dalam aksi demo ke DPR RI untuk menuntut penambahan masa jabatan.

"Purwakarta tidak ada yang berangkat," ucap Eni.

Dalam kesempatan itu Eni buka-bukaan soal apa yang selama ini dialami oleh para kepala desa mulai dari anggaran, bantuan untuk masyarakat, hingga persoalan oknum yang kerap meminta uang ke kantor desa.

Saat disinggung Kang Dedi soal tuntutan sembilan tahun masa jabatan, Eni mengaku nantinya akan tetap mengikuti pemerintah. Meski demikian ia merasa masa jabatan 6 tahun tiga periode adalah yang ideal.

"Kepala desa itu dipilih oleh masyarakat, kita tidak bisa menuntut harus enam atau sembilan tahun. Tapi bagi saya 6 tahun 3 periode," katanya.

Menanggapi hal tersebut Kang Dedi sepakat jika lebih baik jabatan kepala desa diemban dalam enam tahun dan dipilih selama tiga periode. Hal tersebut sebagai jenjang koreksi sebuah kepemimpinan. Jika baik maka akan terpilih kembali dan sebaliknya.

"Jadi 6x3 (6 tahun 3 periode) lebih demokratis karena regulasinya berlangsung 6 tahun sekali tidak terlalu lama apabila apabila kepemimpinannya tidak sesuai dengan keinginan public, kalau sesuai keinginan publik maka akan terpilih lagi," ucap Kang Dedi.

Menurut Kang Dedi demokrasi yang paling original di Indonesia adalah pemilihan kepala desa. Bahkan tradisi demokrasi tersebut sudah berjalan sangat lama sehingga orang desa sudah terbiasa.

"Andai kata ada desa yang tidak bisa berdemokrasi dengan baik saat Pilkades menimbulkan huru-hara, menurut saya tidak usah dilakukan pemilihan, tetapkan saja jadi desa berotonomi khusus kemudian kades ditunjuk oleh pemerintah agar bisa memimpin dengan baik," katanya.

Kalaupun pemerintah menetapkan masa jabatan diperpanjang hingga enam tahun, menurut Kang Dedi tetap saja kades yang menjabat saat ini akan menjabat enam tahun dan tidak otomatis ditambah tiga tahun menjadi sembilan tahun.

"Malah kalau ngomong rugi, rugi loh kades yang menjabat sekarang. Ruginya misal sekarang sudah jadi kades 6 tahun, kemudian disahkan undang-undang menjadi 9 tahun dan terpilih lagi, artinya hanya 15 tahun karena tidak ada periode ketiga. Jadi kurang 3 tahun," ucapnya.

Terlepas dari hal polemik tersebut, Kang Dedi Mulyadi mengajak untuk tetap mewujudkan demokrasi di desa sebagai kekuatan budaya bangsa Indonesia.

"Semoga dana desa, bantuan keuangan desa, bermanfaat bagi masyarakat, pelayanan publik juga semakin meningkat dan rakyatnya semakin sejahtera dan tetap memiliki akar budaya yang kuat," pungkas Kang Dedi Mulyadi.