Kang Dedi Desak Pemerintah Selesaikan Masalah Patok Tambang di Pemukiman

Kang Dedi bersama warga
Sumber :
  • Istimewa

Bandung – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mendesak pemerintah untuk memproses hukum terkait keberadaan patok perusahaan tambang yang berada di tengah pemukiman warga di Desa Kota Niur, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu.

Ketua Komisi III DPR RI Terkejut Mendengar Keganasan Anak Bos Toko Roti Penganiaya Karyawati

Hal tersebut dilontarkan Kang Dedi saat memimpin rombongan Komisi IV dalam menyelesaikan permasalahan warga dan PT Kusuma Raya Utama terkait patok tambang yang dipasang di kawasan permukiman.

Warga khawatir patok tersebut akan melumpuhkan perekonomian dan kehidupan. Terlebih tambang berada di kawasan Taman Hutan Buru.

Dedi Mulyadi Minta Maaf Kepada Keluarga 7 Terpidana Kasus Vina Usai PK Ditolak MA

Di sisi lain warga sejak dulu mengajukan izin untuk memanfaatkan kawasan hutan justru tak pernah terealisasi.

"Ini problem yang terjadi di mana-mana, bukan hanya di sini. Problemnya orang sini turun temurun tidak punya satu jengkal tanah pun, sementara perusahaan tiba-tiba datang kuasai ribuan hektare. Ini problem," ujar Kang Dedi saat melakukan kunjungan kerja kemarin.

Dedi Mulyadi Tanggapi Penolakan PK 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon: Terus Berjuang

Menurutnya warga selama ini selalu kalah dengan para pengusaha untuk mendapatkan izin. Sebab warga tidak memiliki akses politik, berbeda dengan para pengusaha. "Ini realitas di kita," ucapnya.

Untuk itu, kata Dedi, ia bersama Komisi IV tak bisa tawar menawar soal lingkungan apalagi hutan.

Salah satu yang diperjuangkannya adalah warga yang tinggal di kawasan hutan harus mendapat perhatian dan kucuran dana lebih besar dari pemerintah pusat.

Jika hal tersebut tak dilakukan maka semakin lama tidak ada lagi warga yang mau tinggal dan mengurus hutan karena minimnya perputaran ekonomi.

"Kalau ini berkembang di seluruh birokrat dan politisi maka tumbuh kehancuran Indonesia. tidak perlu waktu lama dalam 20 tahun ke depan hutan habis, penambangan di mana-mana, rakyat miskin tidak punya tanah," ujarnya.

Terkait soal tambang, Kang Dedi meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membuka data kegiatan penambangan yang meresahkan warga. Ia ingin negara hadir dan memberikan keadilan untuk warga sekitar.

Kang Dedi menegaskan, keluhan warga tersebut akan menjadi prioritas dalam pembasan bersama Menteri KLHK. Jangan sampai kawasan hutan dikuasai oleh swasta dalam bentuk tambang dan perkebunan.

"Kemudian kedua berikan hak kepada warga untuk hidup secara layak yang sudah turun temurun. Jangan sampai mengaku bertanah air Indonesia, tanah gak ada air pun harus nyari-nyari. Sehingga nanti kami datang ke sini bukan untuk dialog lagi tapi menyampaikan surat kepemilikan warga," ucapnya.

Dalam dialog yang dihadiri warga, pemerintah dan KLHK itu, Kang Dedi langsung meminta patok yang dimaksud sebagai batas tambang untuk diperiksa.

"Jangan sampai warga yang minta areal tanah untuk hidup normal gak keluar-keluar, kalau perusahaan pertambangan tiba-tiba diizinkan," katanya.

Setelah dicek, salah seorang dari KLHK menyatakan bahwa PT Kusuma Raya Utama telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di hutan produksi sejak tahun 2022. Sehingga pemasangan patok atau tapal batas diizinkan.

"Itu dipatok di tengah perkampungan, kok KLHK memberikan itu ke pertambangan. Pertanyaan saya duluan kampung atau tambang? Kalau duluan kampungnya kenapa orang kampung minta izin tinggal gak dikasih-kasih, orang tambang dikasih. Warga asli Indonesia kakek buyutnya di sini mau dapat tanah 2 hektare saja susahnya luar biasa," tegas Kang Dedi.

Untuk memastikan patok tersebut, Kang Dedi beserta rombongan meninjau langsung ke lokasi. Ternyata patok yang berada di tengah pemukiman tersebut telah dicabut karena diprotes oleh warga. Namun semua telah terdokumentasikan sesuai titik koordinat patok.

Setelah dilakukan pengecekan, ternyata perusahaan telah menyalahi aturan dari izin IPPKH seluas 45 hektare. Patok yang berada di pemukiman warga tidak masuk dalam izin yang diberikan.

"Sekarang bukti ada tinggal proses oleh Dirjen Gakkum karena dia (perusahaan) mematok bukan di arealnya. Saya dari awal sudah curiga yang namanya perusahaan sudah biasa, dikasih 45 (hektare) dia lewat batas. Kenapa dia ingin patok sampai kampung, karena ada batu baranya," ujar Kang Dedi Mulyadi.

Di akhir kunjungan tersebut Kang Dedi meminta Kades Kota Niur Rangga Fernando membuat surat pengaduan kepada Dirjen Gakkum KLHK yang ditembuskan ke Komisi IV DPR RI agar semua temuan bisa segera diproses secara hukum.