Bukan Korupsi, Transaksi Janggal Rp300 Triliun di Kemenkeu Disebut Pencucian Uang

Menkopolhukam Mahfud MD
Sumber :
  • Pinterest

VIVA Bandung – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD angkat bicara soal transaksi janggal senilai Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang ia ungkap sebelumnya.

Anda Berhak Dapat Saldo DANA Gratis Rp500 Ribu Hari Ini, Rabu 24 April 2024

Menurut Mahfud, transaksi janggal itu bukan merupakan dana korupsi melainkan transaksi itu berkaitan dengan dugaan pencucian uang.

"Jadi tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp300 triliun. Bukan korupsi, (tapi) pencucian uang," kata Mahfud kepada wartawan di Kantor Kemenkopolhukam, Jumat, 10 Maret 2023.

Segera Klaim Saldo DANA Gratis Anda Hari Ini Rabu 24 April 2024, Langsung Cair ke Rekening

Mahfud beranggapan, bisa jadi uang korupsi nilainya jauh lebih kecil dibanding dengan uang hasil pencucian uang. Dalam kesempatan itu, Mahfud juga menepis bahwa uang dengan nilai Rp300 triliun itu bersumber dari pajak

"Uang pencucian uang itu lebih besar dari korupsi tapi tidak mengambil uang negara apalagi mengambil uang pajak, bukan itu," katanya.

Cara Mudah Klaim Saldo DANA Gratis Rp300 Ribu Hari Ini, Rabu 24 April 2024

Seperti diketahui, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp300 triliun merupakan akumulasi sejak tahun 2009. Transaksi janggal para pegawai Kemenkeu itu melibatkan sebanyak 460 orang.

"Itu tahun 2009 sampai 2023. Ada 160 laporan lebih sejak itu, tidak ada kemajuan informasi, sesudah diakumulasikan semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu sehingga akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp300 triliun," kata Mahfud di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang, Sleman, Rabu, 8 Maret 2023.

Menurut Mahfud, laporan sejak 2009 terkait transaksi janggal itu tidak segera mendapat respons hingga akhirnya menumpuk. Mahfud mengatakan, kadang kala respons baru diberikan dan dibuka ke publik sesudah mencuat kasus di permukaan.

"Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus kayak yang Rafael (mantan pejabat Ditjen Pajak). Rafael itu menjadi kasus lalu dibuka, lho ini sudah dilaporkan tapi kok didiemin gitu, baru sekarang bisa dibuka," ujarnya.