Alami Sindrom Megalomania Pendiri Ponpes Al Zaytun Sering Marah Tak Jelas, Ini Gejalanya
Viva Bandung – Menurut Uwes Fatoni, Pakar Komunikasi Islam di UIN Sunan Gunung Djati, Panji Gumilang tengah mungkin menderita sindrom megalomania.
Dipercaya bahwa sindrom megalomania mendorong Panji Gumilang menjadi lebih percaya diri ketika dia mengemukakan berbagai ide yang menyimpang dari aturan Islam dengan tujuan agar dia dipandang sebagai sosok yang hebat.
"Sepertinya Syekh Panji Gumilang mengalami sindrom megalomania dengan merasa bahwa dirinya besar, sehingga memberikan gagasan-gagasan yang ingin menunjukkan bahwa pemikirannya hebat," kata Uwes kepada wartawan, Jumat (23/6/2023).
Beberapa sumber mengatakan bahwa megalomania adalah keyakinan seseorang bahwa dia memiliki kekuasaan, keagungan, dan kebesaran. Tidak hanya sombong, tetapi keyakinan ini adalah bagian dari gangguan jiwa.
Beberapa gejala sindrom megalomania antara lain:
1. Sulit membedakan mana yang nyata dan tidak, dalam medis ini dikenal dengan istilah skizofrenia.
2. Menganggap dirinya selalu benar dan hebat meskipun sudah terdapat fakta-fakta yang membuktikan sebaliknya.
3. Marah ketika pendapatnya dibantah.
4. Sulit akrab dengan orang.
5. Gangguan bipolar, penderita kerap mengalami perubahan emosi secara tiba-tiba.
Namun, penyebab sindrom megalomania tidak diketahui. Namun, beberapa penyebabnya diduga. Ini termasuk stres, penggunaan obat-obatan terlarang, ketidakseimbangan kimiawi otak, dan kurangnya interaksi sosial.
Ada kemungkinan bahwa psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif atau terapi bicara, dapat membantu mengurangi gejala megalomania. Tujuan dari psikoterapi adalah untuk mengubah cara berpikir yang tidak logis menjadi cara yang lebih masuk akal dan dapat dipertahankan.
Panji Gumilang, pimpinan Ponpes Al Zaytun, dikenal sering membuat pernyataan yang kontroversial dalam ceramahnya. Sebagai contoh, Alquran disebut sebagai Kalamullah dan keturunan Nabi Muhammad dianggap aneh.
Selain itu, kedudukannya di ponpes Al-Zaytun memberi Panji Gumilang kekuatan yang lebih besar, dan para santri tidak dapat menentang seluruh pernyataan tersebut. Namun, kekhawatiran muncul di masyarakat ketika ide muncul di media sosial.