Didesak Dibatalkan! Pasal Penghinaan Presiden Dalam RKUHP Menuai Kritikan

Presiden Jokowi.
Sumber :
  • YouTube Sekretariat Presiden

BANDUNG  –  Pasal Presiden, Wakil Presiden, termasuk pejabat lain dan aparat, dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali menuai kritikan yang menggaduhkan.

Dedi Mulyadi: Kita Bersyukur Punya Presiden Baru Prabowo Subianto

Presiden dan lembaga DPR disorot karena Mahkamah Konstitusi (MK) sudah pernah muncul pasal serupa dalam Undang-Undang tersebut.

Muncul desakan agar pasal dalam draf RKUHP itu dibatalkan karena hanya memunculkan kegaduhan, hal itu juga disampaikan Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).

Momen KDM Diminta Naik ke Mobil Presiden Prabowo Untuk Sapa Warga Usai Dilantik

Ketua Bidang Hukum DPP KNPI Medya Rischa Lubis mengatakan, saat ini era digitalisasi sudah berkembang pesat.

Namun, praktiknya dengan ketentuan pidana yang diatur UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) seringkali membuat gaduh.

Kenapa Tanggal 2 Oktober Diperingati Sebagai Hari Batik Nasional? Begini Sejarahnya

"Ketentuan pidana penghinaan dalam UU ITE seringkali membuat gaduh di kalangan masyarakat karena dianggap seperti pasal karet yang banyak disalahgunakan untuk membedakan hinaan dan kritik," kata Medya, dalam keterangannya, Rabu, 9 Juni 2021.

Ia lantas mengingatkan, Presiden dan DPR adalah pemegang kekuasaan terhadap pemerintahan negara, dan diharapkan agar mereka bukan menjadi insan yang antikritik.

Selain itu, ia menilai tak perlu adanya pengkhususan pemidanaan terhadap Presiden dan DPR.

"Hal inilah yang membuat MK menghapuskan pasal penghinaan terhadap presiden dalam KUHP kita di antaranya Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 melalui putusan No. 013-022/PUU-IV/2006 beberapa tahun silam," kata dia.

Merujuk putusan MK bahwa, tiga pasal itu dinilai menghalangi kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat.

Dengan putusan MK, maka tindak pidana penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden menjadi delik aduan biasa. Begitu juga berlaku kepada anggota DPR, MPR, dan DPD.

"Indonesia adalah negara hukum, dan semua warga negara berhak mendapat persamaan di muka hukum. KUHP sudah cukup mengatur pemidanaan terhadap orang termaktub dalam pasal 310 sampai dengan pasal 317," ungkapnya.

Medya menilai, UU ITE sudah mengatur pidana penghinaan melalui media sosial. Pasal itu termuat dalam pasal 27 UU ITE.

"Jadi, buat apalagi RKUHP mengkhususkan pemidanaan terhadap presiden dan anggota DPR," imbuhnya.

Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama, juga ikut mengkritisi pasal penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, dan lembaga DPR.

Dia mengatakan, semua orang sama kedudukannya di mata hukum. Haris menegaskan pasal tersebut harus ditolak keras jika disahkan. Sebab, pasal tersebut akan memunculkan kegaduhan lantaran jadi pasal karet.

"Menolak keras apabila disahkan RKUHP dalam pasal 218 dan 220 mengenai penghinaan terhadap presiden, wakil presiden bahkan anggota DPR karena hanya akan membuat gaduh di masyarakat dan berpotensi kembali menjadi pasal karet dengan tujuan membungkam kritik terhadap kinerja penguasa," ucap Haris.

Isu terkait digodoknya pasal penghinaan terhadap Presiden Wakil Presiden dan DPR jadi sorotan. Dalam draf RUU KUHP, penghinaan terhadap Presiden Wapres bisa terancam maksimal 3,5 tahun penjara.

Namun, jika dilakukan melalui media sosial atau sarana elektronik, ancamannya 4,5 tahun penjara. Lallu, untuk penghina lembaga DPR, bisa dipidana maksimal 2 tahun penjara. (irv)

 

Artikel ini sudah tayang di VIVA.co.id pada hari Rabu, 9 Juni 2021 - 20:17 WIB

Judul Artikel : Bikin Gaduh, Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Didesak Dibatalkan

Oleh : Hardani Triyoga