Mengenal Falsafah Huma Betang yang Dianggap Telah Dilanggar oleh Laskar Manguni
- Viva.co.id
VIVA Bandung - Laskar Pemuda Kalimantan menganggap Laskar Manguni telah melanggar falsafah Huma Betang yang dianggap sebagai falsafah persatuan masyarakat Kalimantan.
“Kami menolak Ormas Manguni berdiri di bumi Kalimantan karena tidak sesuai dengan Falsafah Huma Betang,” ujar mereka dilihat melalui YouTube Ini, Kamis, 30 November 2023.
Tuduhan tersebut buntut aktivitas Laskar Manguni yang dianggap telah menyebabkan perpecahan antar umat beragama usai mereka melakukan penyerangan terhadap masa pada aksi bela Palestina di Bitung beberapa hari yang lalu.
“Kami Laskar Pemuda Kalimantan, dengan ini menyatakan sikap keras, kami meminta kepada pihak pemerintah agar membubarkan Ormas Manguni karena telah membuat kerusuhan pada aksi damai bela Palestina di Bitung,” Katanya.
Tidak hanya itu, Laskar Pemuda Kalimantan juga meminta kepolisian untuk menindak Marco Karundeng, salah satu anggota Laskar Manguni yang kerap membuat onar dan kerap menjadi provokator.
Laskar Pemuda Kalimantan mengungkap jejak digital Marco Karundeng. Sang pentolan Laskar Manguni tersebut, pernah mengatakan secara terang-terangan di media sosial, akan menyerang pria berkopiah dan wanita berhijab.
“Kami juga meminta kepada aparat untuk mengusut tuntas Marco Karundeng atas pernyataannya di medsos untuk menyerang orang yang berjilbab atau memakai kopiah. Dia telah melanggar undang undang atau telah menyakiti hati umat Muslim,” tutup mereka.
Falsafah Huma Betang
Masyarakat Kalimantan Tengah memiliki kearifan lokal yang telah diyakini sejak lama, yaitu Falsafah Huma Betang, yang diyakini dapat menjaga perdamaian.
Falsafah Huma Betang dapat diartikan secara sederhana sebagai 'rumah besar yang ditempati oleh banyak orang dengan beragam agama dan kepercayaan, namun tetap hidup dalam keselarasan dan kedamaian'.
Munculnya nilai-nilai perdamaian dalam Falsafah Huma Betang dipengaruhi oleh Perjanjian Rapat Damai Tumbang Anoi, yang diadakan di rumah Betang Tumbang Anoi, Kabupaten Gunung Mas pada tanggal 22-24 Mei 1894.
Perjanjian ini menghasilkan tiga kesepakatan utama, yaitu perdamaian, penghentian sistem budah, dan mengacu pada sistem adat.
Falsafah Huma Betang merupakan salah satu aspek budaya yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah.
Falsafah Huma Betang kembali diperkenalkan saat penanganan konflik antara suku Dayak dan Madura. Falsafah ini memberikan pemahaman kepada warga Dayak dan Madura untuk hidup secara harmonis dan damai setelah konflik tersebut.