Ketua APSI Jatim Minta Kapolri Kontrol Kapolres Sumenep dan Semeru Satu
- Berbagai Sumber
VIVA Bandung – Ketua Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Jawa Timur, Sulaisi Abdurrazaq meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengontrol anak buahnya Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso dan institusi Polri di Jawa Timur.
Hal itu merupakan buntut dari dugaan keterlibatan Kapolres Sumenep dalam kegiatan politik praktis menjelang Pilkada 2024 sebagaimana pemberitaan sejumlah media.
Praktisi hukum Madura ini mengaku sangat kecewa terhadap institusi Polri jika Polres Sumenep tetap tidak menjaga netralitasnya di Pilkada 2024.
“Oleh karena itu, kami mohon Pak Kapolri, kontrol Semeru 1, kontrol Semeru 2, kontrol kapolresmu,” kata Sulaisi dalam pernyataannya seperti dikutip pada Selasa (12/11/2024).
Sebelumnya, Sulaisi mempertanyakan tentang apakah aparat kepolisian memang diperbolehkan terlibat dalam politik praktis atau tidak.
“Saya membaca di beberapa media, Kapolres Sumenep dituding terlibat politik praktis menjelang Pilkada Serentak tahun 2024. Pertanyaannya Pak Kapolri, apakah anggotamu diperbolehkan berpolitik praktis?," ujarnya.
Dikatakan Sulaisi, Pilkada 2024 harus berjalan secara fair tanpa ada diskriminasi dari penguasa maupun aparat penegak hukum.
Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) IAIN Madura itu kemudian menceritakan keadaan Sumenep, khususnya kepulauan, yang dinilai masih sangat memprihatinkan. Berbagai persoalan ia temukan saat bertemu dengan masyarakat kepulauan, mulai dari ketiadaan listrik hingga infrastruktur jalan yang rusak.
Menurutnya, masyarakat Sumenep selama ini hanya diberi janji-janji busuk alias palsu oleh para politisi.
Karena itu, lanjut Sulaisi, Pilkada seharusnya menjadi sarana untuk memperbaiki kondisi yang ada. Salah satunya memastikan proses demokrasi berjalan secara fair dan bebas dari intervensi penguasa maupun aparat penegak hukum. Sehingga yang terpilih nantinya adalah orang-orang terbaik, bukan karena berduit.
Namun sayangnya, Polres Sumenep justru diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan menggunakan hukum untuk mengintimidasi para kepala desa (Kades) agar berpihak kepada paslon tertentu.
“Setelah kami baca berita Kapolres Sumenep dituding terlibat politik praktis, di sana juga disebutkan Pak Kapolri tiba-tiba pidana korupsi, Pidkor Polres Sumenep rajin sekali memanggil kepala desa-kepala desa, meminta klarifikasi kepada mereka, disoal dana desanya yang selama ini belum pernah terjadi penyidik Polres Sumenep turun ke pulau dengan jarak tempuh sekitar 12 jam di atas kapal menjelang Pilkada 2024,” jelas Sulaisi.
Sulaisi mengungkapkan, pemanggilan ini tidak hanya dialami oleh 1 atau 2 kades saja, melainkan banyak kades.
“Bukan hanya 1-2 kepala desa, Pak Kapolri. Pertanyaan saya, apakah anggotamu diperbolehkan berpolitik praktis? Apakah Pak Kapolri tidak mencurigai institusi Polri ini akan digunakan menjadi alat politik oleh orang-orang yang patut kita duga telah menerima amplop dari politisi tertentu? Pak Kapolri apakah tidak curiga dengan itu? Sehingga institusi ini tiba-tiba bekerja, tiba-tiba tegas menjelang Pilkada 2024 memeriksa dugaan tindak pidana korupsi terhadap kades-kades,” ucap mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Madura itu.
“Kalau hanya 1, 2, 3, 4, 5 kades barangkali gak ada persoalan. Ini banyak kades dipanggil, Pak Kapolri. Atau dari pidana korupsi tiba-tiba turun yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Apakah Pak Kapolri tidak curiga institusi Polri ini akan digunakan sebagai alat untuk memenuhi kehendak politik atau nafsu libido politisi tertentu, sehingga ada rakyat yang dikorbankan,” imbuhnya.
Sulaisi menuturkan bahwa apa yang ia suarakan merupakan aspirasi dari para ulama, kiai, dan rakyat Sumenep yang menaruh curiga terhadap institusi Polri.
“Dan kami minta hentikan, hentikan perilaku yang seperti itu (tidak netral). Bersikaplah, bertindaklah secara profesional, biarkan proses demokrasi ini berjalan dengan langsung, umum, bebas, rahasia. Biarkan proses demokrasi ini berjalan dengan fair. Biarkan demokrasi ini berjalan dengan beradab. Jangan dicemari oleh nafsu kekuasaan. Jangan sampai anggota Polri atau institusi Polri menjadi alat politisi yang punya duit,” tandasnya.