Gagasan Para Cagub untuk Tekan Angka Intoleransi Tinggi di Jawa Barat
- Kolase VIVA Bandung
VIVABandung - Para calon gubernur (cagub) Jawa Barat 2024 memiliki cara masing-masing untuk menekan angka intoleransi beragama yang cukup tinggi di Provinsi Jawa Barat. Hal itu mereka sampaikan saat gelaran debat cagub jabar 2024 kedua yang diselenggarakan di Cirebon pada Sabtu, 16 November 2024.
Tidak bisa dipungkiri, hasil riset dari Setara Institute menempatkan Jawa Barat menjadi provinsi dengan angka intoleransi tertinggi di Pulau Jawa melebih Jakarta dan Jawa Timur.
Alhasil, tema intoleransi menjadi salah satu yang dipilih dalam gelaran debat semalam.
Menurut cagub nomor urut satu, Jeje Wiradinata menjelaskan intoleransi akan hilang jika adanya program edukasi lintas agama.
"Pancasila yang sudah digagas Bung Karno akan merangkul semua kalangan. Kita punya program Pelita, yaitu program edukasi lintas agama," ungkap Jeje, dilansir VIVA Bandung dari YouTube KPU Jawa Barat Minggu, 17 November 2024.
Senada dengan Jeje, cagub nomor urut satu Acep Adang Ruhiat menyatakan intoleransi akan hilang dengan memasukan kebijakan toleransi beragama di setiap lini kehidupan.
"Kita akan mengajukan masalah kebijakan toleransi beragama. Artinya kita akan memasukan nilai-nilai toleransi beragama kepada semua kebijakan pemerintah," kata Acep.
Sementara itu, cagub nomor urut tiga Ahmad Syaikhu berpendapat jika angka intoleransi akan turun dengan mempertimbangkan tiga hal. Pertama punya komitmen, kedua tegak lurus ke arah konstitusi dan adanya suasana lintas agama dari sejak dini.
"Kami akan melakukan tiga hal, pertama kaitan agama ini akan kita kembalikan kepada konstitusi. Kedua kita harus punya komitmen mengikuti undang-undang. Ketiga adanya suasana lintas agama dari sejak dini," tukas Syaikhu.
Adapun menurut cagub Jabar nomor urut empat, Dedi Mulyadi menegaskan intoleransi akan hilang dengan tidak adanya politisasi agama di Jawa Barat.
"Sesungguhnya orang Jawa Barat sudah lama hidup toleran dan tidak ada problem tentang agama. Yang jadi problem adalah adanya kekuatan politik tertentu yang mempolitisasi agama demi kepentingan elektoral," tegas KDM.