Penerus Jokowi Diminta Jangan Lagi Ekspor Bahan Mentah
- unggahan Instagram @jokowi
BANDUNG – Presiden Joko Widodo meminta agar siapa pun yang menjadi pemimpin Indonesia agar tidak mengembalikan kebijakan untuk mengekspor bahan mentah keluar negeri.
"Siapa pun nanti pemimpin, presidennya, konsistensi itu harus kita jaga dan terus kita tingkatkan. Jangan kembali lagi ke ekspor mentah lagi, hati-hati kita semua harus mengingatkan," kata Presiden Jokowi di Jakarta, Selasa, 11 Oktober 2022.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut saat membuka Kongres XII Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Munas XI Persatuan Istri Veteran Republik Indonesia (PIVERI) Tahun 2022.
"Meskipun kita digugat. Kalau kita digugat dan kita mundur lagi, kapan lagi kita bisa menikmati komoditas-komoditas dan kekayaan yang dimiliki oleh kita ?," ungkap Presiden.
Presiden menyebut pada tiga tahun lalu pemerintah menetapkan kebijakan untuk menghentikan ekspor nikel mentah, Indonesia selanjutnya digugat oleh negara-negara Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO).
"Sampai sekarang belum selesai karena kita stop. Menurut aturan, kata mereka tidak boleh, ya kalau kita digugat kemudian kita takut dan tidak berani terus maju ya kan terus-menerus seperti yang dulu-dulu, mentahan terus yang kita ekspor, gugat ya gugat kita hadapi gugat itu, bisa menang bisa kalah," jelas Presiden.
Presiden Jokowi pun mengatakan sikap untuk mengolah lebih dulu sumber daya alam di dalam negeri adalah kebijakan konsisten pemerintah Indonesia.
"Tahun depan setop timah, tahun depan setop tembaga, karena nilai tambahnya ada di dalam negeri. Saya berikan contoh waktu nikel diekspor dalam bentuk mentahan, kita hanya mendapatkan nilai Rp15 triliun setelah di-ekspor dalam bentuk setengah jadi dan barang jadi nilainya menjadi Rp360 triliun, naik dari Rp15 triliun menjadi Rp360 triliun baru satu barang," ungkap Presiden.
Contoh lain adalah pengambilalihan saham mayoritas PT Freeport Indonesia melalui Holding BUMN Pertambangan MIND ID atau PT Inalum (Persero).
"Perlu saya sampaikan kepada para senior, para sesepuh bahwa Freeport sekarang ini mayoritas sudah milik Indonesia, bukan milik perusahaan Amerika lagi karena sebelumnya kita hanya diberi 9,3 persen, tiga tahun kami bernegosiasi sangat alot sekali dan kita sekarang sudah memegang saham mayoritas 51 persen," tambah Presiden.
Presiden mengaku ia sebelumnya tidak mau mengunjungi PT Freeport Indonesia karena perusahaan itu bukan milik Indonesia.
"Tetapi sekarang saya ke Freeport karena itu jelas milik kita, menjadi milik BUMN kita, artinya milik pemerintah Indonesia dan juga yang saya senang, di sana saya cek, karyawannya saya denger banyak yang bule, dijawab 'Enggak Pak, sekarang 98 persen itu adalah Indonesia', dan yang saya senang lagi 40 persen itu adalah Papua, masyarakat Papua," ungkap Presiden.
Artinya, menurut Presiden Jokowi, terjadi transformasi teknologi dan ekonomi.
"Saya baru sadar ketika masuk ke sana, baru sadar bahwa ini adalah transformasi ekonomi yang besar. Kalau ini konsisten, terus kita lakukan, tanpa kita takut digugat, nilai tambah nanti akan melompat," kata Presiden.
Berdasarkan perhitungan Menteri Keuangan Sri Mulyani, kutip Presiden, dengan kepemilikan saham Freeport Indonesia sebesar 51 persen, maka pemerintah mendapatkan pajak, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), bea ekspor, deviden yang lebih besar sehingga setelah dijumlahkan 70 persen pendapatan Freeport masuk ke kas negara.
"Kemudian juga Blok Rokan, ini minyak dan gas yang sudah 97 tahun dikuasai oleh Chevron. Sekarang juga sudah 100 persen dimiliki oleh kita sendiri. Saya belum cek ke sana, bila ada waktu yang tepat saya ingin cek apakah ada peningkatan produksi, peningkatan 'income' dari pengalihan seperti ini," ungkap Presiden.
Presiden Jokowi meyakini bahwa pengambilalihan Blok Rokan juga dapat menunjang target Indonesia pada 2030 untuk masuk menjadi negara dengan "Gross Domestic Product" nomor 7 terbesar di dunia.
"Dan pada saat (ulang tahun) Indonesia emas hitungan kita sudah masuk ke-4 atau 5 besar dunia, asal konsistensi ini terus kita jaga. siapapun nanti pemimpinnya," tegas Presiden.