TGIPF Ungkap Fakta Soal Keluarga Korban Diintimidasi Polisi
- VIVA
Bandung – Baru-baru ini beredar kabar jika keluarga korban tragedi Kanjuruhan mendapatkan intimidasi dari pihak kepolisian soal batalnya autopsi korban tragedi Kanjuruhan.
Menanggapi hal tersebut perwakilan dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Armed Wijaya mengatakan hal tersebut tidaklah benar. Ia memastikan setelah melakukan penelusuran langsung kepada keluarga korban tragedi Kanjuruhan.
"Bukan intervensi, mungkin pada saat pembuatan konsep draf pembatalan, keluarga tidak paham sehingga ada anggota yang menuntun. Karena pembatalan itu juga hak keluarga" kata Armed dalam keterangan tertulis di Jakarta beberapa waktu lalu.
Di mana, jelas Armed, TGPIF sudah bertemu langsung dengan Devi Athok, ayah kandung korban yang meninggal saat tragedi Kanjuruhan bernama Natasya (18) dan Nayla (13) di Malang pada Rabu, 19 Oktober 2022. Ia menegaskan jika intimidasi dari pihak kepolisian adalah tidak benar.
"Ternyata info intervensi anggota (polisi, red) itu tidak benar," ujar Armed.
TGPIF pun sudah menerima penjelasan dari kuasa hukum keluarga korban, Imam Hidayat yang menerangkan jika pembatalan karena ibu korban tidak tega jika jenazah anaknya diautopsi.
"Tidak benar informasi (intimidasi) itu. Kami sudah tanyakan langsung kepada keluarga korban. Seperti yang saya katakan tadi, pembatalan datang dari pihak keluarga korban, terutama ibu yang bersangkutan," pungkas Armed.
Sebelumnya diberitakan, Salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang berencana meminta autopsi mendadak membatalkan rencana itu. Pembatalan ini dikabarkan karena ada intimidasi secara terus menerus oleh polisi pada keluarga korban.
Sekjen KontraS, Andy Irfan mengatakan, bahwa sebelumnya ada keluarga korban yang meminta untuk autopsi dua anaknya. Polisi yang datang meminta keluarga korban mencabut ketersediaan melakukan autopsi.
"Akhirnya kemarin keluarga korban merasa terintimidasi. Mereka (polisi) datang ke rumah dalam rangka meminta ayah korban itu untuk mencabut pernyataan siap autopsi. Sampai sudah dibuatkan sama pihak aparat (pernyataan mencabut autopsi) di rumahnya," kata Andy, Rabu, 19 Oktober 2022.
Adapun keluarga korban yang sebelumnya meminta autopsi adalah Devi Athok warga Bululawang, Kota Malang. Dua putrinya yang menonton laga Arema FC kontra Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu, 1 Oktober 2022 lalu menjadi korban meninggal dunia. Rencana autopsi untuk bisa membuktikan penyebab pasti kematiannya.
"Devi itu kan sebelumnya didampingi pengacara lain. Tapi tidak dapat pendampingan hukum yang cukup. Akhirnya Devi mengadu ke kami. Mas Devi sudah mencabut surat pernyataan autopsi. Nanti kita akan diskusi lagi dengan pihak keluarga. Kita juga akan masukan ini ke program LPSK dan kami koordinasi dengan LPSK," ujar Andy.
Setelah itu Federasi Kontras akan menyurati polisi agar menghentikan segala intimidasi. Bahkan, autopsi ini diharapkan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk ikut andil dalam pelaksanaan autopsi. Mereka memandang rencana autopsi polisi masih abu-abu.
"Kalau memang mau autopsi mari kita terbuka. Libatkan komunitas, korban, keluarga, pendamping dan Aremania agar semua pihak tidak ada yang merasa tidak punya akses informasi. Statement (autopsi) opini saja. Saya tidak tahu polisi bilang kalau mau terbuka, tapi buktinya mana, siapa yang mau mereka autopsi. Kami tidak melihat ada upaya kepolisian melakukan autopsi hingga sekarang," tutur Andy.