Sektor Usaha di Jabar Goyang Jelang Resesi, Pengusaha Bisa Apa?
BANDUNG - Dunia usaha di Jawa Barat mulai terguncang jelang 2023. Pengusaha dihadapkan dengan kondisi sulit mulai dari produksi, pasar produk dan tantangan potensi PHK. Pengusaha Jabar di antaranya bidang textile, alas kaki, batu bara, Farmasi dihadapkan dengan situasi tersebut.
Pada pertemuan dengan Apindo Jawa Barat, ada beberapa keluhan dari para pengusaha di antaranya pada sektor tekstil yang mengalami penurunan kapasitas jika dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, bahkan ada yang menyampaikan kalau dulu berlomba-lomba untuk berkembang, tapi kalau sekarang belomba-lomba untuk menutup pabrik, karena sekarang sudah begitu susahnya untuk berkompetisi.
Pengusaha mengeluhkan adanya import illegal yang terjadi, contohnya masuknya produk baju bekas, sehingga membuat perusahaan perusahaan textile yang menjual textilenya di lokal mengalami kesulitan dalam meraih market yang disebabkan oleh hal tersebut, selain karena harga barang – barang import yang lebih murah.
Kemudian dari pengusaha juga menyampaikan bahwa dari cost pembuatan textile terutama untuk penyempurnan kain itu 30 persen nya dari batubara. Sedangkan saat ini harga batu bara sedang terdampak dan naik dikarenakan kondisi geopolitik dan perekonomian global.
“Saya yakin situasi investasi dan dunia usaha sangat sedang tidak baik-baik saja dengan order yang tiba tiba berkurang 50 persen di tahun depan untuk sector sepatu, dan garment, sehingga pengusaha sedang ada pada serious survival game -pertarungan hidup mati serius, dengan kondisi demikian saya sakin Pak Gubernur tidak akan gegabah dan tidak akan mengambil langkah-langkah yang semakin melemahkan dunia usaha dan menambah jumlah pengangguran," ujar Ketua Apindo Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik dalam keterangannya, Jumat 28 Oktober 2022.
Pengusaha mempertanyakan mengapa tidak ada pembatasan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk sector textile, sementara untuk sektor semen dan pupuk sudah diterapkan adanya HBA nya sebesar 90 USD/Ton. Tingginya harga batubara untuk textile yang saat ini mencapai 2 kali lipat jika dibanding HBA sector semen dan pupuk tersebut sangat memberatkan para pengusaha textile.
Olah karenanya pengusaha meminta Apindo untuk mendiskusikan dengan pihak – pihak terkait perlu diaturnya Harga Batubara Acuan (HBA) serta Domestic Market Obligation (DMO) untuk batubara sector textile. Selain sektor tekstil, pengusaha dari sektor sepatu juga mengeluhkan adanya pengurangan order sampai 50 persen sementara mereka tidak mempunyai karyawan kontrak, jadi ketika order turun 50 persen mereka menjadi dilema apakah harus melakukan PHK karyawan sebanyak itu untuk kemudian bila kondisi sudah membaik mereka akan merekrut ulang.
Namun biasanya kalau harus merekrut ulang mereka harus melakukan training ulang, dan cost-nya juga tidak sedikit. Tetapi di sisi lain kalau tidak dilakukan PHK maka itu menjadi beban untuk perusahaan, dan ketidakpastian situasi ini hingga kapan berlangsung, menjadi kekhawatiran tersendiri untuk para pengusaha.
Dalam hal ini Ketua Apindo menyampaikan adanya sistem pengurangan jam kerja dengan membayar upah sesuai jam kerja tersebut. Dengan demikian akan menjadi win – win solution baik untuk pengusaha supaya tidak melakukan PHK dan kelak merekrut ulang ketika situasi membaik, dan untuk pekerja, juga beruntung karena tidak di PHK meskipun penghasilan berkurang.
Pengusaha juga menanyakan bagaimana kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada tahun 2023. Dengan kondisi itu order dipangkas hingga setengah kapasitas oleh buyer, maka tentu saja akan ada guncangan dalam stabilitas industri utamanya padat karya.
Ketua Apindo meminta kepada para pengusaha untuk mampu menggali ide dan gagasan tentang solusi terbaik yang paling sesuai dengan bidang industri masing – masing, sebisa mungkin menghindari PHK lebih jauh, mungkin dengan selang seling hari masuk, mengurangi jam kerja.
Dari Januari 2022 hingga Pertengahan Oktober 2022 Apindo telah mencatat terjadinya PHK sebanyak 73 ribu karyawan. Hal tersebut belum termasuk angka dari perusahaan yang tidak tergabung dalam Apindo. BPJS sendiri telah mencatat adanya ratusan ribu pekerja yang telah mengajukan klaim JHT, sedangakan JHT 100 persen adalah untuk karyawan yang telah resign atau terkena PHK. Apindo akan mengkonfirmasi ulang ke BPJS terkait data tersebut.
Angka PHK tersebut dikhawatirkan akan terus naik, karena terjadinya pengurangan order baik di textile, garment, maupun sepatu di tahun depan. Dari sektor textile, pengusaha juga menyampaikan keluhan adanya kesulitan bertahan karena pasar local yang biasa menjadi tempat mereka menjual telah diserang oleh maraknya import baju – baju bekas.
Apalagi dengan turunnya permintaan customer hingga 50 persen ditahun mendatang, pengusaha textile mendesak adanya upaya yang harus dilakukan Apindo untuk mencegah hal tersebut terjadi berlarut – larut sehingga textile akan semakin terpuruk di Bandung, dimana dulu merupakan tempat mereka bertumbuh subur dan berkembang pesat.
Terkait hal ini, ketua Apindo menyampaikan akan mengumpulkan data – data dan mempelajari terlebih dulu untuk kemudian dilakukan evaluasi dan kajian sebelum diserahkan kepada kementrian Perdagangan untuk mencari solusi lebih jauh. Ketua Apindo juga meyakini perlunya pemahaman serta campur tangan dari pemerintah dengan sungguh – sungguh dalam mengatasi hal ini, memberlakukan safe guard sehingga keberlangsungan dunia usaha bidang pertextilan akan terus terjaga.
Apindo juga menyampaikan akan berkoordinasi dengan API dalam menyelesaikan hal tersebut. Selain itu pengusaha juga menanyakan terkait upah, dengan beratnya situasi yang dihadapi oleh para pengusaha apalagi sector padat karya, karena di sektor ini beban upah sangat signifikan, berbeda dengan sektor padat modal. Oleh karenanya pengusaha memohon supaya Apindo mendiskusikan hal terkait upah padat karya untuk dibedakan dengan industry lain karena beratnya beban yang harus ditanggung oleh pengusaha.
Terkait hal tersebut Ketua Apindo Jabar menyampaikan sangat memahami keadaannya dan akan mengumpulkan data-data untuk membuat kajian dan evaluasi yang lebih komprehensif, serta mendiskusikannya kembali di internal pengusaha sebelum menyampaikan dan mendiskusikannya lebih jauh dengan pemerintah.
Pengusaha juga menyinggung tentang ketakutan adanya kenaikan Stuktur dan Skala Upah (SUSU) yang pada tahun lalu besarannya ditentukan oleh pemerintah dan itu memberatkan pengusaha, maka Ketua Apindo menyampaikan sebagaimana kondisi berat yang dialami saat ini, Ketua Apindo juga menyampaikan bahwa pengusaha harus tetap optimis, namun tidak lupa tetap mawas diri dan realistis. Pengusaha juga dituntut untuk menelorkan ide – ide serta membangun flexibilitas sehingga terdapat endurance atau daya tahan dalam menghadapi ‘guncangan usaha dan ekonomi’ dari waktu ke waktu. (bdg)