AFC Ultimatum Panpel, Aparat Soal Insiden Ratusan Tewas di Kanjuruhan
- VIVA
BANDUNG - Pemilik lisensi FIFA Security Officer, Nugroho Setiawan menyayangkan adanya situasi 'kepanikan' dalam merespon suporter yang menerobos masuk ke lapangan pada tragedi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).
Nugroho yang kini menjabat sebagai Security Officer di Asian Football Confederation (AFC) menilai kepanikan pengamanan itu sebenarnya bisa diatasi. Asalkan dalam perencanaan awal terdapat kesamaan persepsi pengamanan antara pihak regulator operator, bersama stakeholder keamanan publik.
"Kenapa ada situasi panik? karena memang di awal tak ada kesamaan persepsi pengamanan. Antara regulator, operator dan pihak keamanan publik atau kepolisian, Satpol PP, dan tenaga bantuan TNI. Mereka ini harus duduk bersama - sama," ungkap Nugroho dilansir dari tayangan youtube Sport77 official.
Dampaknya tentu akan berbeda. Sebagai contoh, aparat kepolisan akan melakukan tindakan keamanan berdasarkan penanganan kriminal. Sementara sudut pandang sepakbola adalah industri, konsepnya pencegahan kerugian.
"Ini gak akan ketemu kalau saling ego. Jadi harus disatukan dari awal," ungkap Nugroho yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Infrastructure, Safety, and Security di PSSI.
Begitupun dalam menyikapi kisruh suporter, dalam perencanaan awal seharusnya bisa terdeteksi resiko terparah yang terjadi, dengan menganalisa karakter suporter. Sehingga pencegahan kerugian dengan jatuhnya korban jiwa bisa diperhitungkan.
"Yang menggelitik dalam kejadian peristiwa kemarin itu yakni saat polisi bersikap represif. Ini mungkin karena adanya perbedaan persepsi melakukan pengamanan," lanjut Nugroho.
Menurutnya, pembacaan resiko terburuk dalam pengamanan juga harus terinci dengan baik. Bahkan fasilitas pencegahan lain juga harus tersedia untuk melakukan evakuasi.
"Seharusnya potensi kerusuhan seperti ini juga diperhitungkan. Satu, suporter jangan sampai turun. Kemudian layanan suara (toa) untuk mengingatkan juga kurang atau tidak ada. Hanya sound system. itu juga menghadap ke lapangan," tambahnya.
Mengacu pada standar FIFA yang melarang penggunaan gas air mata. Menurutnya pengendalian massa (suporter) bisa dilakukan dengan menggunakan water canon, menyemprotkan air ke kerumunan suporter.
"Ada alternatif lain selain gas air mata, mungkin cara water canon, semprot air oleh pemadam kebakaran, sampai terkendali, lalu penyekatan dan pengemanan pemain dan official. Kemarin itu kepanikan, sehingga tak terkendali. Ini diawali karena tidak adanya kesamaan persepsi dari awal," pungkasnya. (hru)