Hati-hati, Melahirkan Bayi Berat 4 Kg Diabetes Mengintai

Ilustrasi pasutri
Sumber :
  • Pixabay

BANDUNG – Melahirkan bayi dengan berat badan yang cenderung besar berisiko terhadap penyakit kronis, salah satunya diabetes. Dokter menyebutkan bahwa para ibu yang melahirkan bayi dengan berat di atas 3,5 kilogram bahkan mencapai 4 kilogram berisiko tinggi diintai diabetes.

Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof Dr. dr. Ketut Suastika SpPD-KEMD menuturkan bahwa bahaya diabetes dapat mengintai mereka yang berusia muda sekali pun. Termasuk, bagi para ibu yang masih di rentang usia 30-40 tahun dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat badan besar.

"(Faktor risiko) diantaranya obesitas, gestasional diabetes, riwayat diabetes. Walau muda usianya tapi melahirkan bayi beratnya 4kg, tetap harus skrining. Jadi usia tidak jadi hal yang baku," ujarnya dalam acara media Sanofi dan Perkeni, di Jakarta.

Ada pun kriteria skrining yang cenderung dipahami banyak orang antara lain usia lanjut mulai dari 50 tahun serta ada riwayat diabetes pada keluarga. Namun, Dokter Suastika menegaskan bahwa saat ini tren diabetes mulai meningkat pada anak muda sehingga skrining seharusnya dilakukan pada kelompok yang berisiko.

"Belakangan banyak kasus diabetes tipe 2 pada anak remaja (usia) belasan tahun. Jadi kalau mereka obesitas, walau (usia) belasan tahun tetap skrining," tuturnya.

Ketua Umum Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) Dr. dr. Sony Wihisono, Sp.PD., K-EMD., FINASIM, turut menyampaikan bahwa pasien diabetes saat ini didominasi pada tipe 2 sebesar 90 persen. Sementara 10 persennya, hanya mengidap diabetes tipe 1 yang muncul saat usia balita atau sebelum dewasa muda.

"Perhatikan memang ada faktor genetik di mana sistem imun bayi tersebut bisa merusak kelenjar pankreas. Untuk itu, perlu deteksi dini, terutama jika ibu atau orangtuanya yang diabetes saat hamil, saat setelah melahirkan, periksa gula darah anaknya," ujar dokter Sony.

Maka dari itu, Dr. dr. Sony Wibisono, Sp.PD., K-EMD., FINASIM menyampaikan Peran Pemantauan dalam Program Dukungan Pasien dalam Perawatan Pasien Diabetes. Menurutnya, Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) yang terstruktur dan alat ukur yang baik dapat memberikan Informasi mengenai variabilitas kadar glukosa darah harian penyandang DM.

"Pemantauan glukosa darah mandiri merupakan bagian dari Diabetes Self Management Education (DSME) atau Edukasi Pengelolaan Diabetes Mandiri (EPDM)," kata dia.

Sebelumnya, Diabetes tipe 2 sebenarnya dapat dicegah dengan peningkatan pengetahuan dan perilaku hidup sehat. Hal itu mengingat faktor risiko yang paling utama berhubungan dengan penyakit diabetes tipe 2 adalah gaya hidup. 

American Diabetes Association (ADA) memaparkan bahwa perubahan gaya hidup yang sederhana, seperti pola makan yang lebih sehat dan rutin beraktivitas fisik, sudah dapat menurunkan risiko diabetes secara signifikan. Hal itu senada dengan yang dipaparkan oleh Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof Dr. dr. Ketut Suastika SpPD-KEMD, bahwa terdapat 3 jenis pencegahan diabetes melitus fipe 2 yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.

"Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk menderita DM tipe 2 dan intoleransi glukosa. Upaya pencegahan dilakukan terutama melalui perubahan gaya hidup," katanya dalam konferensi pers Sanofi Indonesia bekerja sama dengan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), di Jakarta, Rabu 30 November 2022.(dra)