Sering Dianggap Sama, Ternyata Ini Beda antara Muhammadiyah dan Salafi

Milad Muhammadiyah Kota Cirebon
Sumber :
  • Pribadi/Istimewa

VIVA Bandung - Media sosial (Medsos) baru-baru ini dihebohkan dengan perdebatan soal musik antara persyarikatan Muhammadiyah dengan kelompok Salafi atau Wahabi.

Muhammadiyah, melalui Ustadz Adi Hidayat (UAH) menghukumi bolehnya musik dalam islam namun dengan beberapa catatan tertentu.

Sementara itu, kelompok Salafi menentang keras statement UAH soal musik hingga menyebutnya sebagai Ustadz sesat.

Hingga kini, perdebatan soal musik masih menjadi perdebatan hangat antara Muhammadiyah dan Salafi.

Menariknya, di tengah perdebatan soal musik tersebut, masih ada sebagai masyarakat Indonesia yang menganggap sama antara Muhammadiyah dan Salafi.

Padahal, kedua gerakan Islam tersebut memiliki perbedaan yang cukup mencolok.

Dilansir dari Muhammadiyah.or.id, berikut perbedaan antara Muhammadiyah dengan Salafi: 

Pertama, meski sama-sama memiliki jargon kembali kepada Al-Quran dan Al Sunnah, namun metode pembacaan yang dilakukan oleh Salafi dan Muhammadiyah berbeda. Kelompok Salafi lebih cenderung literal dalam mengaplikasikan slogan tersebut. Al hasil, pemahaman seperti itu kerap membawa mereka ke dalam pemahaman yang sangat kaku. Berbeda dengan Salafi, Muhammadiyah membaca slogan tersebut dengan akal pikiran yang sesuai dengan ajaran islam. 

Kedua, dalam arus kemodernan, Muhammadiyah menerima modernisasi sebagai bagian dari sebuah kemajuan. Sementara itu, Salafi menolak modernisasi namun tetap menerima teknologi.

Ketiga, dalam merespon budaya, Muhammadiyah menerima budaya lokal dan melakukan islamisasi dengan budaya lokal yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sementara itu, kelompok Salafi menolak seluruh budaya lokal dan menggantinya dengan budaya Arab yang mereka anggap lebih Islami. 

Keempat, dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, Muhammadiyah menjalankan hal itu secara individu dan kelembagaan. Secara individu dilakukan melalui pengajian, kultum dan tabligh. Secara kelembagaan, Muhammadiyah menegakan hal itu dilakukan secara sistematis melalui Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Sementara itu, Salafi melakukan dengan tahzir dan hajr al-mubtadi’. Tahzir adalah memperingatkan. hajr al-mubtadi’ adalah mengisolasi / menyingkirkan kelompok yang dianggap bertentangan dengan paham mereka. 

Kelima,dalam urusan kenegaraan, Muhammadiyah ikut berkontribusi aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Muhammadiyah hingga kini masih terus memperjuangkan Indonesia dalam bingkai Pancasila untuk menjadi negara yang  baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sementara dalam tubuh Salafi terdapat perbedaan pandangan. Salafi Yamani patuh pada pemerintah NKRI tapi pasif. Dakwah mereka terfokus pada pembinaan akidah dan akhlak. Sedangkan Salafi Haraki dan Jihadi ingin mengganti dengan pemerintahan/negara Islam.

Keenam, Muhammadiyah memiliki keyakinan jika akal adalah anugerah dari Tuhan untuk memahami alam hingga teks keagamaan. Akal perlu digunakan untuk memahami teks agama karena Islam diturunkan bukan saja untuk orang Arab dan sekitarnya.  Salafi mengabaikan peran akal dalam menafsirkan teks keagamaan. Bagi mereka, kebenaran itu tunggal dan hanya terletak dalam wahyu. Wahyu adalah sumber pertama manusia dan sumber terakhir yang tidak bisa diperselisihkan. Konsekuensinya, Muhammadiyah berpandangan bahwa rasionalitas dan pengembangan ilmu sosial diperlukan untuk memahami teks dan untuk membangun peradaban manusia yang maslahah dan islami. Salafi berpandangan bahwa rasionalitas dan pengembangan ilmu sosial adalah bid’ah. Anti filsafat dan anti tasawuf.

Ketujuh, Muhammadiyah memiliki pandangan perempuan memiliki peran penting dalam sektor apapun. Artinya, perempuan boleh untuk dijadikan sebagai pejabat publik dan boleh bepergian tanpa mahram selagi aman dan terjaga dari fitnah.  Menurut salafi, peran perempuan adalah sektor domestik, sedangkan sektor publik adalah milik laki laki. Perempuan bepergian harus bersama mahram.

Kedelapan, bagi Muhammadiyah, berpakaian apapun termasuk pakaian tradisional diperbolehkan selagi tidak memperlihatkan aurat. Namun, Salafi kerap menonjolkan identitasnya dengan menggunakan empat hal:  jalabiya (pakaian panjang), isbal (celana cingkrang), lihya (jenggot), dan niqab (cadar).

Kesembilan, bermusik, bernyanyi, main drama, teater menurut Muhammadiyah bisa menjadi media dakwah. Bagi salafi, seni jenis itu adalah bid’ah dan haram. Nonton TV, mendengarkan radio dan hiburan adalah dilarang.