Sejarah PDI-Perjuangan, Satu-satunya Partai DPR yang Tidak Gabung KIM Plus
- PDIP
Bandung, VIVA - Nama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), baru-baru ini tengah menjadi sorotan publik.
Bagaimana tidak, partai berlogo banteng moncong putih itu merupakan satu-satunya partai yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) namun tidak bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Alhasil, hampir di seluruh daerah pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 ini mengerucut jadi pertarungan politik antara koalisi gemuk KIM dengan 12 partai melawan PDI-Perjuangan.
Lalu, bagaimana sih sebenarnya sejarah partai yang kini dipimpin oleh putri Presiden Soekarno tersebut. Berikut ulasannya:
1. Gabungan dari Partai Nasionalis dan Kristen
Berbicara mengenai sejarah PDI-Perjuangan tidak bisa dipisahkan dari berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Presiden Soekarno pada 4 Juli 1927.
Nah, singkat cerita akibat adanya fusi partai politik yang digagas oleh Presiden Soeharto, akhirnya PNI bergabung dengan Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Katolik, dan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba).
Setelah diadakannya diskusi yang panjang dari kelima parpol tersebut, akhirnya berdirilah Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tepat pada tanggal 10 Januari 1973.
2. Diwarnai Konflik pada Awal Pembentukan
Pada awal pembentukannya, konflik di PDI terus memanas seiring dengan adanya intervensi dari pihak pemerintah.
Demi mengatasi konflik ini agar tidak terus terjadi, dorongan kepada anak kedua Soekarno, Megawati untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI pun terus berdatangan.
Namun rupanya dukungan terhadap Megawati untuk menjadi Ketum sangat ditentang oleh Soeharto yang kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati pada Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
Meski ada larangan dari Soeharto, jalan untuk Megawati menjadi Ketum terbuka lebar. Sebab, saat itu mayoritas kader PDI sangat mendukung penuh dorongan kepada Megawati untuk menjadi Ketum.
Alhasil pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati resmi dikukuhkan sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI secara de jure.
Meski Megawati sudah menjadi Ketum, rupanya konflik di internal PDI terus terjadi. Puncaknya terjadi antara konflik sengat antara PDI kubu Megawati melawan PDI kubu Suryadi.
Dari konflik itu lah kemudian dikenal sebagai peristiwa Dua Puluh Tujuh Juli disingkat menjadi Kudatuli.
Setelah Soeharto lengser pada reformasi 1998, akhirnya kubu PDI Megawati pun semakin kuat. Alhasil pada Kongres PDI ke-V di Bali, Megawati kembali terpilih sebagai Ketum PDI periode 1998-2003.
3. Dari PDI ke PDI-Perjungan
Pada tanggal 1 Februari 1999, Ketum PDI Megawati Soekarnoputri memutuskan untuk mengubah nama partai dari PDI menjadi PDI-Perjuangan. Hal itu semata-mata ia lakukan agar partainya bisa mengikuti kontestasi pemilu.
Nama baru itu kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta. Kemudian pada tanggal 27 Maret-1 April 2000, PDI-P menggelar Kongres pertamanya di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah.
Dari kongres tersebut Megawati kembali terpilih sebagai Ketua Umum PDI-P periode 2000-2005.Pada kongres-kongres PDIP selanjutnya selalu menghasilkan keputusan Megawati sebagai Ketum.
Hal itu tak aneh lantaran pamor Megawati sebagai tokoh nasional sekaligus keturunan dari Presiden Soekarno sebagai bapak ideologis partai banteng tersebut.