Hukum Menikahi Sepupu Berdasarkan Fatwa MUI, NU dan Muhammadiyah

ilustrasi kencan bulan puasa Ciktra Kirana dan Suami
Sumber :
  • tangkap layar instagram @citraciki

BANDUNG – Saat hari lebaran atau Idul Fitri biasanya seluruh keluarga akan berkumpul, bahkan hingga saudara-saudara jauh yang selama ini jarang bertemu.

Setiap lebaran ramai pembahasan mengenai boleh tidaknya menikahi sepupu. Warganet banyak mempertanyakan hukum boleh tidaknya menikahi sepupu. Namun, bolehkah menikahi sepupu?

Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menjelaskan bahwa menikahi sepupu diperbolehkan.

Ia menjelaskan bahwa, saudara perempuan yang merupakan anak paman atau bibi, baik dari bapak maupun ibu, tidak termasuk yang diharamkan untuk dinikahi.

"Sepupu perempuan (anak paman atau bibi), baik dari bapak maupun dari ibu itu tidak termasuk muharramat minan nisa', tidak termasuk yang diharamkan untuk dinikahi," kata Aroru, Rabu, 4 Mei 2022.

Adapun beberapa yang tidak boleh dinikahi atau yang disebut mahram, disebutkan oleh Asrorun antara lain ibu, anak, saudara perempuan, dan keponakan.

"Ibu, anak, saudara perempuan, keponakan (anaknya saudara), nggak boleh," kata dia.

Terpisah, megutip laman resmi Muhammadiyah, Anggota Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Syamsul Hidayat menjelaskan ihwal mahram

Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya.

Berdasarkan definisi tersebut, Syamsul menjelaskan bahwa hubungan mahram dapat terjadi karena tiga sebab, yaitu:

1. Mahram sebab keturunan Orang-orang yang termasuk mahram sebab keturunan sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 23, yang artinya: "Ibu-ibumu anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang perempuan saudara-saudara ayahmu yang perempuan saudara-saudara ibumu yang perempuan anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan"

Syamsul menambahkan poin ke-7 yaitu 'anak akibat dari perzinaan' dengan berdalil pada keumuman firman Allah: “… anak-anakmu yang perempuan …” (QS. An-Nisa: 23).

2. Mahram sebab susuan Dia menjelaskan mahram sebab susuan ada 7 golongan. Hal itu termaktub dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 23: "ibu-ibumu yang menyusui kamu, dan saudara-saudara perempuan sepersusuan." Terkait apakah saudara sepersusuan yang kemudian menjadi mahram, hanya dari sekali menyusu atau banyak, para ulama berbeda pendapat.

Ada yang mengatakan sekali menyusu sudah bisa dianggap sebagai saudara sepersusuan, ada pula yang membatasi hingga 3 kali menyusui.

3. Mahram sebab perkawinan Sementara itu mahram sebab perkawinan ada 6 golongan, yaitu: “Dan ibu-ibu istrimu (mertua)” (QS. an-Nisa: 23) “Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)” (QS. an-Nisa: 23) “Dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri” (QS. an-Nisa: 23) “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)” (QS. an-Nisa: 22) “Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara” (QS. an-Nisa: 23) “Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami” (QS. an-Nisa: 24).

“Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya setelah bercerai dengan ibunya. Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab akad nikah, walaupun si putri belum dicampuri, kalau sudah akad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi putrinya," paparnya.

Sementara itu, dilansir laman resmi NU, perempuan yang haram dinikahi karena disebabkan hubungan permantuan ada 4, yaitu: istri ayah istri anak laki-laki ibunya istri (mertua) anak perempuannya istri (anak tiri).

Apabila pernikahan dengan perempuan yang menjadi mahram tetap dilakukan maka pernikahannya menjadi batal.

Bahkan apabila tetap dilanggar dan dilanjutkan akan bisa mengakibatkan beberapa kemungkinan yang lebih berat. (irv)