Koalisi Masyarakat Kalsel Bersama PBNU Menyelesaikan Konflik Agrarian
- istimewa
Bandung – Koalisi Masyarakat Kalsel mengunjungi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam rangka menyampaikan aduan atas perbuatan mafia di Kalimantan Selatan (Kalsel). Banyak elemen yang tergabung dalam koalisi ini, seperti Tim Advokasi, JURKANI, Walhi Kalsel, Sawit Watch, INTEGRITY Law Firm, Lembaga Pembela Hak Sipil dan Politik, Aktivis Antikorupsi, Aktivis HAM, dan paling utama adalah masyarakat berdampak, pada 15 Juni 2022.
Ketua Bidang Polhukum PBNU, H. Amin Said Husni dan Savic Ali, selaku Ketua Pengurus PBNU, menerima koalisi tersbut dan keduanya, didampingi Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU, Abdul Hakam Aqosha dan Sekretaris Lembaga Pengembangan Pertanian (LPP) PBNU Tri Chandra Aprianto.
Kemudian, dalam koalisi ini juga mengutarakan perkara tentang lintas sektor di antaranya, 1) konflik agrarian di Kalsel, 2) korban (jiwa) dalam illegal mining, 3) mandeknya laporan dugaan korupsi di kawasan hutan PT Inhutani II, 4) penyerobotan lahan warga oleh PT Multi saranan Agro Mandiri (PT MSAM), dan 5) kasus suap pajak PT Jhonlin Baratama (PT JB).
Denny Indrayana, menuturkan banyaknya jenis kasus di Kalsel tidak jarang diiringi dengan kekerasan dan kriminalisasi. Hal ini menunjukkan ketidakberesan pengelolaan SDA yang berujung pada masalah sosial, keadilan, dan lingkungan.
“Bila menarik benang merah dari seluruh perkara yang disampaikan, patut diduga Jhonlin Group serta anak-anak perusahannya selalu terlibat. Tidak terhitung jumlah informasi yang saya terima dari warga terkait perbuatan kriminal korporasi milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Isam ini”, ujarnya.
Menurut keterangan dari warga Desa Mekarpura Kotabaru, PT MSAM menawarkan harga yang rendah, setiap satu pohon sawit senilai Rp 35.000 untuk biaya pembibitan.
“Nilai demikian sangat tidak wajar mengingat standar harga 1 pohon mencapai nilai Rp2 juta. Karena itu warga tidak setuju dengan tawaran ganti rugi tanam tumbuh dari PT MSAM. Tidak setujunya warga dibalas PT MSAM dengan penggusuran lahan dan teror dari oknum aparat penegak hukum dan preman,” kata Wamenkumham 2011-2014 ini.
“Sebagai catatan, tanah adalah aset sekaligus sumber nafkah warga Mekarpura dan warga desa lain di Kotabaru. Apabila itu direbut secara dzalim, maka akan timbul kemiskinan struktural secara turun-temurun,” tambahnya lagi.
Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Kalsen, Kisworo Dwu Cahyono sangat menyayangkan terjadinya banyak konflik agrarian yang tidak kunjung diusut secara tuntas oleh apparat penegak hukum. Sebaliknya, malah dikambinghitamkan adalah warga yang dikriminalisasi dikarenakan mencegah kerusakan lingkungan yang timbul dari aktivitas perkebunan sawit dan tambang batubara.
“Kalsel ini sudah dapat dikategorikan sedang mengalami darurat ruang dan bencana ekologis. Banjir pada awal tahun 2021 yang menggenangi 11 dari 13 kabupaten/kota bukan disebabkan curah hujan yang tinggi, melainkan para penambang dibiarkan menggali lubang tanpa usaha reklamasi dan hilangnya tutupan hutan dan lahan menjadi kebun monokultur salah satunya sawit”, pungkasnya.
Berbeda dengan Achmad Surambo, Direktur Sawit Watch tentang salah satu tujuan dari adanya audiensi di kantor PBNU.
“Kami sangat sepakat dengan hasil Rekomendasi Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung, 23 Desember 2021 silam. Rekomendasi yang sangat berkelindan dengan pengaduan kasus ini ialah daulat rakyat atas tanah. Guna menindaklanjuti hal demikian, kami menilai penting membangun ikhtiar bersama PBNU dalam penyelesaian kasus sawit dan agraria, khususnya di Kalsel”, tutupnya.