Pendidikan Inklusif Ala Muhammad Farid: Dari Sayur hingga Doa

Muhammad Farid, penerima apresiasi Astra Awards 2010.
Sumber :
  • istimewa

VIVABandung - â€˜Indonesia tidak kekurangan orang pintar, melainkan kekurangan orang jujur’, kata-kata popular ini yang sepertinya mulai terasa kebanarannya ketika mengetahui perjuangan sosok guru inpirastif asal Banyuwangi, Jawa Timur bernama Muhammad Farid.

Farid merupakan satu dari sekian tokoh inpiratif yang mendapatkan apresiasi Satu Indonesia Awards Astra pada 2010 dalam bidang Pendidikan. Apresiasi ini tidak simsalabim didapatkan oleh Farid, keberhasilan ini ia dapatkan dari gagasannya dalam menciptakan dunia Pendidikan yang inklusif.

Jujur melihat realita yang ada, Farid memulai perjuangannya pada tahun 2005, saat itu usianya tergolong masih muda, yaitu 34 tahun. Diusianya yang relatif muda, Farid menyaradi masih banyak anak-anak Indonesia yang tidak mengenyam bangku Pendidikan karena faktor ekonomi.

Demi menjawab permasalahan tersebut, Farid pun mendirikan sebuah lembaga Pendidikan Tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Alam di bawah naungan Yayasan Bayuwangi Islamic School, yang kelak menjadi nama dari sekolah tersebut.

Usut punya usut, perjuangan itu tidak dilakukan Farid seorang diri, melainkan dengan bantuan sahabatnya, bernama Suyanto. Di sekolah alam tersebut, Farid dipercayakan mengelola SMP, sedangkan sahabatnya, Suyanto diberi keleluasaan untuk mengelola SD. Keduanya sama-sama mengelola Lembaga Pendidikan tersebut dengan sungguh-sungguh.

Uniknya, meski sekolah alam dikenal sebagai sekolah elit karena faktor lingkungan dan berbagai fasilitasnya, namun berbeda dengan sekolah gagasan Farid ini. Guru yang kini sudah berusia sekitar 53 tahun, memberikan ruang bagi masyarakat marginal, dhuafa hingga yatim untuk bisa balajar di sekolahnya.

Nah, sistem unik yang dibuat oleh Farid agar anak-anak kurang mampu bisa sekolah di sekolahannya, adalah membayar dengan sayur-sayuran. Jika orang tua dari anak tersebut masih belum mampu, Farid mempersilahkan membayarnya dengan doa alias gratis. Tentu gagasan ini merupakan cara Farid untuk membuat lingkungan Pendidikan yang inklusif tanpa memandang latar belakang mereka.