Eko Cahyono, Pahlawan Literasi dari Jawa Timur

Eko Cahyono.
Sumber :
  • instagram @ekocahyonoangsa

VIVABandung - Dalam sebuah survei yang diadakan oleh UNESCO pada 2022, menyatakan bahwa hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang memiliki minat baca. Masih dalam penelitian yang sama, menyatakan bahwa Indonesia berada diperingkat 62 dari 70 negara dalam hal literasi. Dilihat dari data tersebut, secara tidak langsung menunjukan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) di negara kita masih perlu diperbaiki. 

Tentu kita semua percaya bahwa Tuhan Maha Adil, oleh karena itu Tuhan menghadirkan sosok seperti Eko Cahyono untuk Bangsa Indonesia. Eko hadir dengan semangat pembaharu, yaitu memiliki cita-cita mulia agar semua orang suka dengan buku. Kisah inspiratif Eko ini bermula pada tahun 1998, tepat saat terjadinya krisis moneter (krismon), ia harus menelan pil pahit karena di PHK dari pekerjaannya. 

Memiliki semangat berjuang yang amat tinggi, PHK bukan akhir segalanya bagi seorang Eko Cahyono. Tidak lama setelah di PHK, Eko memutuskan untuk terus belajar dengan banyak-banyak membaca buku. Awalnya, Eko hanya mampu mengumpulkan lembaran-lembaran majalah saja untuk dibaca. Namun, lambat laun seiring berjalannya waktu, Eko mulai berhasil mengumpulkan sedikit demi sedikit buku dari berbagai sumber. 

Perjuangan untuk mendapatkan buku tidaklah mudah bagi seorang Eko Cahyono. Merupakan korban PHK di tahun 1998, saat itu tentunya keadaan Ekonomi Eko sedang tidak baik-baik saja. Eko muda pun terus berpikir, bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan buku tanpa harus merogoh kocek yang amat dalam. Akhirnya setelah melalui proses berpikir yang panjang, Eko pun memutuskan untuik membuat sebuah perpustakaan umum yang kelak diberi nama ‘Pustaka Anak Bangsa’. 

Perpustakaan Pustaka Anak Bangsa.

Photo :
  • instagram @ekocahyonoangsa

 

Untuk mendapatkan sebuah buku, Eko harus berkunjung dari rumah ke rumah, dari penerbit ke penerbit, hingga dari stasiun radio ke stasiun radio lainnya, demi mendapatkan donasi buku untuk perpustakaannya. Meski terasa melelahkan, namun itu semua bukan hal berarti bagi seorang Eko Cahyono.