Marwan Hakim, Sang Ustadz Pembawa Risalah Pendidikan di Kaki Gunung Rinjani
- Astra
VIVABandung - “Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan kamu dapat merubah dunia,” Nelson Mandela, tokoh revolusioner Afrika Selatan. Jika kita perhatikan kata-kata Mandela, beliau tahu betul bahwasanya Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sebab dengan pendidikanlah akan menentukan seseorang bernilai atau tidak di masa depannya kelak.
Indonesia merupakan satu dari sekian negara yang masih memiliki tingkat Pendidikan yang cukup rendah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) saja, ada sekitar tiga juta anak di Indonesia yang tidak berkesempatan mengenyam bangku Pendidikan formal. Tentu data tersebut sangat memprihatinkan di tengah perkembangan zaman yang terus melesat.
Dari data tersebut, mayoritas anak-anak yang tidak mampu duduk di bangku sekolah adalah mereka yang tinggal di daerah-daerah pelosok. Dari sekian daerah pelosok yang dimaksud, satu diantaranya adalah Desa Aikperapa, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Desa indah yang berlokasi di kaki Gunung Rinjani ini masih memiliki banyak anak-anak yang tidak mengenyam bangku Pendidikan formal.
Beruntungnya, di desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani tersebut, lahir sesosok pahlawan yang membawa Risalah (pesan) Pendidikan kepada masyarakat. Dia adalah Marwan Hakim, seorang pemuka agama Islam yang cukup dihormati di desanya. Meski tidak mengenyam Pendidikan yang cukup tinggi, namun perhatian Marwan terhadap Pendidikan di desanya patut diacungi jempol.
Bagaimana tidak, pria yang kini berusia 46 tahun tersebut berhasil mendirikan sekolah SD, SMP, hingga SMA pertama di desanya. Pendirian sekolah tersebut semerta-merta dilakukan Marwan bukan untuk berbisnis, lebih dari itu sekolah tersebut merupakan asa dari seorang ustadz sederhana yang ingin memajukan desanya melalui Pendidikan.
“Kalau saya mengharapkan gaji dari sekolah, berati motif saya dalam mendirikan sekolah itu sudah berbeda,” ungkap Marwan.
Didirikan pada tahun 2002 di rumahnya, kini sekolah yang didirikan oleh Marwan sudah berhasil meluluskan ratusan putra-putri di daerah tersebut. Antusiasme masyarakat setempat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah milik Marwan rupanya cukup tinggi. Bagaimana tidak, sekolah tersebut memudahkan orang tua yang tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anaknya. Di sini, para wali murid boleh membayar SPP dengan hasil tani jika belum memiliki uang yang cukup.
Nyatanya lika-liku perjuangan Marwan untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya Pendidikan kepada warga desa tidak berjalan mulus pada awalnya. Skeptisme terhadap Pendidikan formal di wilayah pelosok memang bukan hal yang aneh ditemukan, hal itu juga yang terjadi di Desa Aikperapa. Mayoritas warga desa masih beranggapan lebih baik anak bekerja atau langsung menikah dari pada harus mengenyam bangku Pendidikan formal.
Nah, di sinilah Marwan memanfaatkan legitimasinya sebagai seorang ustadz. Saat itu, Marwan berinisiatif mendirikan Pesantren kecil berukuran 35 meter persegi di rumahnya. Di tempat ini lah Marwan selain mengajarkan ilmu agama, juga menjelaskan tentang pentingnya Pendidikan formal untuk anak-anak. Hal itu dilakukan karena masyarakat setempat masih beranggapan jika belajar ilmu agama lebih penting dari pada harus bersekolah.
Tidak butuh waktu lama, berkat edukasi dari Ustadz Marwan Hakim, anggapan warga tentang tidak pentingnya mengenyam Pendidikan formal perlahan mulai memudar. Risalah Pendidikan dari Marwan Hakim juga berhasil membuat ratusan anak-anak Desa Aikperapa, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) bisa berkesempatan belajar di sekolah formal. Kini, harapan memajukan Desa Aikperapa melalui generasi penerus mulai terlihat dengan banyaknya anak-anak yang mengenyam Pendidikan formal.
Jerih payah perjuangan Marwan Hakim ini juga berhasil menghantarkannya mendapatkan apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards pada tahun 2013. Penghargaan ini diinisiasi oleh PT Astra International bagi anak-anak bangsa yang memiliki dedikasi positif untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Harapannya, dengan adanya apresiasi ini mampu melahirkan sosok Marwan Hakim lainnya di belahan pulau Indonesia
VIVABandung - “Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan kamu dapat merubah dunia,” Nelson Mandela, tokoh revolusioner Afrika Selatan. Jika kita perhatikan kata-kata Mandela, beliau tahu betul bahwasanya Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sebab dengan pendidikanlah akan menentukan seseorang bernilai atau tidak di masa depannya kelak.
Indonesia merupakan satu dari sekian negara yang masih memiliki tingkat Pendidikan yang cukup rendah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) saja, ada sekitar tiga juta anak di Indonesia yang tidak berkesempatan mengenyam bangku Pendidikan formal. Tentu data tersebut sangat memprihatinkan di tengah perkembangan zaman yang terus melesat.
Dari data tersebut, mayoritas anak-anak yang tidak mampu duduk di bangku sekolah adalah mereka yang tinggal di daerah-daerah pelosok. Dari sekian daerah pelosok yang dimaksud, satu diantaranya adalah Desa Aikperapa, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Desa indah yang berlokasi di kaki Gunung Rinjani ini masih memiliki banyak anak-anak yang tidak mengenyam bangku Pendidikan formal.
Beruntungnya, di desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani tersebut, lahir sesosok pahlawan yang membawa Risalah (pesan) Pendidikan kepada masyarakat. Dia adalah Marwan Hakim, seorang pemuka agama Islam yang cukup dihormati di desanya. Meski tidak mengenyam Pendidikan yang cukup tinggi, namun perhatian Marwan terhadap Pendidikan di desanya patut diacungi jempol.
Bagaimana tidak, pria yang kini berusia 46 tahun tersebut berhasil mendirikan sekolah SD, SMP, hingga SMA pertama di desanya. Pendirian sekolah tersebut semerta-merta dilakukan Marwan bukan untuk berbisnis, lebih dari itu sekolah tersebut merupakan asa dari seorang ustadz sederhana yang ingin memajukan desanya melalui Pendidikan.
“Kalau saya mengharapkan gaji dari sekolah, berati motif saya dalam mendirikan sekolah itu sudah berbeda,” ungkap Marwan.
Didirikan pada tahun 2002 di rumahnya, kini sekolah yang didirikan oleh Marwan sudah berhasil meluluskan ratusan putra-putri di daerah tersebut. Antusiasme masyarakat setempat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah milik Marwan rupanya cukup tinggi. Bagaimana tidak, sekolah tersebut memudahkan orang tua yang tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anaknya. Di sini, para wali murid boleh membayar SPP dengan hasil tani jika belum memiliki uang yang cukup.
Nyatanya lika-liku perjuangan Marwan untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya Pendidikan kepada warga desa tidak berjalan mulus pada awalnya. Skeptisme terhadap Pendidikan formal di wilayah pelosok memang bukan hal yang aneh ditemukan, hal itu juga yang terjadi di Desa Aikperapa. Mayoritas warga desa masih beranggapan lebih baik anak bekerja atau langsung menikah dari pada harus mengenyam bangku Pendidikan formal.
Nah, di sinilah Marwan memanfaatkan legitimasinya sebagai seorang ustadz. Saat itu, Marwan berinisiatif mendirikan Pesantren kecil berukuran 35 meter persegi di rumahnya. Di tempat ini lah Marwan selain mengajarkan ilmu agama, juga menjelaskan tentang pentingnya Pendidikan formal untuk anak-anak. Hal itu dilakukan karena masyarakat setempat masih beranggapan jika belajar ilmu agama lebih penting dari pada harus bersekolah.
Tidak butuh waktu lama, berkat edukasi dari Ustadz Marwan Hakim, anggapan warga tentang tidak pentingnya mengenyam Pendidikan formal perlahan mulai memudar. Risalah Pendidikan dari Marwan Hakim juga berhasil membuat ratusan anak-anak Desa Aikperapa, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) bisa berkesempatan belajar di sekolah formal. Kini, harapan memajukan Desa Aikperapa melalui generasi penerus mulai terlihat dengan banyaknya anak-anak yang mengenyam Pendidikan formal.
Jerih payah perjuangan Marwan Hakim ini juga berhasil menghantarkannya mendapatkan apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards pada tahun 2013. Penghargaan ini diinisiasi oleh PT Astra International bagi anak-anak bangsa yang memiliki dedikasi positif untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Harapannya, dengan adanya apresiasi ini mampu melahirkan sosok Marwan Hakim lainnya di belahan pulau Indonesia