Komdigi Disorot: Pengangkatan Staf Khusus Rudi Sutanto Jadi Kontroversi
- Website Kementerian Komdigi
VIVA Bandung – Pelantikan staf khusus baru oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, memicu kritik publik setelah ia menyatakan tidak mengetahui latar belakang salah satu stafnya, Rudi Sutanto. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang mekanisme rekrutmen pejabat strategis di kementerian tersebut, terutama mengingat besarnya tantangan yang sedang dihadapi Komdigi.
Sebagai kementerian yang berada di garis depan dalam transformasi digital, Komdigi saat ini tengah dihadapkan pada sejumlah pekerjaan rumah besar, mulai dari penanganan hoaks di tahun politik, perlindungan data pribadi, hingga percepatan digitalisasi layanan publik. Namun, pernyataan menteri yang terkesan tidak menguasai proses internal kementeriannya menjadi sorotan dan memunculkan keraguan publik terhadap kemampuan kementerian ini untuk menghadapi tantangan tersebut.
Direktur Gagas Nusantara Kritisi Proses Rekrutmen
Menanggapi hal ini, Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, menyampaikan kritik tajam terhadap Komdigi. Menurutnya, pernyataan menteri yang mengaku “tidak tahu” terkait stafnya sendiri mencerminkan kurangnya profesionalisme dalam proses seleksi pejabat strategis.
“Ini bukan hanya soal siapa yang dilantik, tapi bagaimana prosesnya dilakukan. Ketika seorang menteri mengatakan tidak tahu latar belakang stafnya, itu adalah sinyal ada yang tidak beres dalam mekanisme internal kementerian,” ujar Romadhon saat ditemui di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Ia menekankan bahwa staf khusus memiliki peran strategis untuk mendukung kinerja kementerian. Oleh karena itu, setiap pengangkatan harus melalui proses yang transparan, berbasis kapabilitas, dan memperhatikan rekam jejak individu tersebut.
“Komdigi saat ini sedang menghadapi tantangan besar, termasuk pemulihan kepercayaan publik pasca beberapa kasus sebelumnya. Jika pengangkatan staf saja tidak dilakukan dengan benar, bagaimana masyarakat bisa yakin kementerian ini mampu menangani isu-isu yang lebih besar, seperti keamanan data dan digitalisasi layanan publik?” tegasnya.
Romadhon juga menyoroti kemungkinan adanya pengaruh politik atau lobi tertentu dalam proses seleksi ini. “Kalau menterinya tidak tahu, siapa sebenarnya yang mengambil keputusan? Apakah ada intervensi pihak tertentu? Ini harus dijelaskan kepada publik,” imbuhnya.
Seruan Evaluasi dan Transparansi
Lebih lanjut, Romadhon mengusulkan agar Komdigi segera mengevaluasi mekanisme rekrutmen internalnya. Ia menilai bahwa transparansi dalam proses seleksi adalah hal mendasar yang harus diterapkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
“Sudah waktunya pemerintah memastikan bahwa semua proses seleksi dilakukan secara terbuka dan melibatkan penilaian berbasis kapabilitas. Hal ini bukan hanya soal nama, tetapi soal komitmen pada akuntabilitas,” tutupnya.
Kritik ini mencerminkan semakin tingginya tuntutan publik terhadap profesionalisme dan transparansi di pemerintahan. Di tengah perkembangan digital yang pesat, peran Komdigi menjadi semakin strategis. Namun, tanpa tata kelola yang baik, kepercayaan masyarakat terhadap kementerian ini akan terus dipertaruhkan.