DPR Dukung Tilang Manual Ditiadakan Hindari 'Denda Damai'
- Istimewa
BANDUNG – Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani mendukung kebijakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang melarang tilang secara manual. Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan atau PPP ini, langkah tersebut merupakan bentuk reformasi kultural di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Apalagi, praktek tilang yang berujung pungli dapat merusak mental dan moral masyarakat. Serta akan membuat persepsi korupsi di institusi Polri sulit dihilangkan.
"Larangan Kapolri untuk polantas tidak lagi memberikan tilang manual merupakan salah satu bentuk reformasi kultural di tubuh Polri. Selama ini soal tilang ini bukan saja sekedar praktek ‘pungli’, dikenal sebagai ‘denda damai’ yang terjadi karena adanya kesalahan pelanggar lalu lintas, tetapi karena praktek tersebut telah merusak mental dan moral baik masyarakat maupun publik. Ini membuat persepsi koruptif pada Polri kita makin menjadi sulit dihilangkan,” kata Arsul kepada wartawan, Selasa, 1 November 2022.
Arsul menilai, penindakan terhadap pengendara yang melanggar aturan akan lebih adil jika cara tilang manual digantikan dengan tilang elektronik.
"Nah dengan mengganti menjadi tilang elektronik pada area-area di mana telah dipasang kamera lalu lintas, maka penindakan terhadap pelanggaran lalin juga akan lebih fair karena tidak bisa dimainkan baik oleh polantas maupun pelanggarnya," jelas Waketum DPP PPP itu.
Kendati demikian, Arsul juga menekankan agar Kapolri menyoroti kebijakan pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM). Menurutnya, pungli selama ini juga dilakukan secara tidak langsung, seperti via jasa sekolah mengemudi atau biro jasa lainnya.
"Namun yang kami harapkan Kapolri tidak berhenti hanya pada soal tilang lalin ini, tetapi juga pada pengurusan SIM. Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini punglinya dilakukan secara tidak langsung, termasuk via jasa sekolah mengemudi atau biro jasa lainnya," kata Arsul.
Lebih lanjut, Arsul mengungkapkan, Kapolri perlu menangani persoalan-persoalan seperti itu. Dia menilai Kapolri juga bisa mengundang para ahli untuk membahas persoalan tersebut.
"Ini yang masih banyak dikeluhkan kepada kami di Komisi III DPR RI. Kapolri perlu menangani soal ini jika perlu dengan mengundang para ahli terkait di luar Polri," ujarnya.