Kasus Polio Jadi KLB, Mengintai 200 Anak

Ilustrasi anak mendapatkan vaksin polio
Sumber :
  • Antara/REUTERS/Parwiz

BANDUNG – Kejadian Luar Biasa (KLB) pada polio ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dengan ditemukannya satu kasus pada anak usia 7 tahun di Aceh. Banyak yang bingung alasan pemerintah menetapkan KLB dengan hanya munculnya satu kasus, bukan puluhan atau ratusan kasus.

Makan Sedikit Tapi Cepat Kenyang? Awas, Ini Tanda Bahaya Kesehatan yang Tak Boleh Diabaikan

Faktanya, 1 kasus polio yang muncul berisiko dialami oleh 200 anak lainnya. Kok bisa?

NPO Surveillance-WHO Indonesia, dr. Musthofa Kamal, MSc., mengatakan bahwa laporan kasus polio di Indonesia kembali muncul setelah sempat 'menghilang' selama beberapa tahun terakhir.

Ada Bahaya Tersembunyi di Balik Kebiasaan Minum Saat Makan, Ini Penjelasan dr Zaidul Akbar

Menurutnya. 1 kasus polio yang dilaporkan bisa saja dapat dialami oleh 200 anak di lingkungan yang sama. Sebab, 70 persen polio tidak menimbulkan gejala pada anak.

Sementara 20 persennya menimbulkan gejala ringan dan 5 persen memicu gejala berat, serta 1 persen berdampak pada kelumpuhan.

Ditangkap Polisi Buntut Penistaan Agama Islam, TikToker Galih Loss: Saya Minta Maaf

"Ada kemungkinan (diidap ratusan anak). Kalau melihat persentase, kemungkinan akan ada anak yang positif (polio) tapi dia sehat artinya tidak ada gejala. Itu yang kita coba lacak. Kita sekarang house to house (artinya) skrining minimal 200 rumah," katanya dikutip saat live instagram Dinkes DKI, Selasa 22 November 2022.

Ada pun pada 200 rumah tersebut, pihak surveilens akan melakukan survei pada anak-anak yang sehat. Tujuannya, kata dokter Kamal, untuk menilai sirkulasi virus di masyarakatt sudah sejauh mana.

Pemeriksaannya sendiri dilakukan melalui tinja yang dilhat di laboratorium.

"Untuk tinja kita menargetkan prioritas usia 2 tahun, bisa naikan sampai usia bawah 5 tahun," tambahnya.

Di usia itu, cenderung lebih rentan terinfeksi penyakit, termasuk polio. Meski sebenarnya, polio dapat mengintai usia berapa pun. Untuk kasus di Aceh ini, lanjutnya, maka anjuran imunisasi lengkap sudah mutlak demi mencegah penularan.

Selain itu, penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga patut dilakukan untuk menghindari kontaminasi tinja pada air dan makanan.

Pada penanggulangan polio yang sudah terlanjur menjadi KLB, maka langkah pertama dalam mencegah penularan dilakukan imunisasi massal.

Dokter Kamal memprediksi imunisasi serentak baik itu level provinsi atau mungkin nasional. Imunisasinya sendiri rata-rata dilakukan dua kali, namun bisa lebih apabila cakupan belum maksimal.

Kemudian, langkah lainnya yang patut dilakukan adalah surveilens itu sendiri harus diperkuat. Artinya, butuh kewaspadaan seluruh masyarakat untuk melapor apabila ada gejala khas polio yang timbul, seperti kasus lumpuh layu akut, sehingga dapat diperiksa.

"Lengkapi imunisasi tidak hanya polio tapi juga untuk imunisasi lain karena penyakit lain juga mengerikan ada pneumonia, tb, pertusis, tetanus, campak, rubella. Itu juga harus dilengkapi supaya jangan sampai polio terlindungi tapi kena campak," jelasnya.

Apabila cakupan imunisasi terlambat, para orang tua dianjurkan segera ke posyandu untuk mendapatkan edukasi dan penjelasan lebih lengkap. Dengan melengkapi status imunisasi anak, serta PHBS, maka diharapkan dapat terhindar dari berbagai penyakit berbahaya.

Adapun pada awal November 2022 ditemukan satu kasus polio di Kabupaten Pidie, Aceh berdasarkan penelusuran RT-PCR. Sehingga kemudian pemerintah Kabupaten Pidie menerapkan Kejadian Luar Biasa Polio tingkat Kabupaten Pidie.

Pasien berusia 7 tahun 2 bulan dengan gejala kelumpuhan pada kaki kiri. Anak mulai merasa demam di tanggal 6 Oktober kemudian tanggal 18 Oktober masuk RSUD TCD Sigil.

Pada tanggal 21 sampai 22 Oktober dokter anak mencurigai polio dan mengambil dua spesimen dan dikirim ke provinsi. Kemudian tanggal 7 November hasil RT-PCR keluar hasil konfirmasi polio tipe 2.(dra)