Viral Alhsad Ahmad Nikahi Nissa Asyifa Saat Hamil, Berikut Penjelasan Hukumnya dalam Islam

Alshad Ahmad dan Nissa Asyifa
Sumber :
  • Berbagai Sumber

VIVA BandungAlshad Ahmad tengah gencar menjadi trending topic di berbagai media massa. Pasalnya, sepupu Raffi Ahmad itu diketahui telah melangsungkan Isbat nikah atau pengesahan pernikahan dengan Nissa Asyifa pada 30 September 2022 lalu.

Rizky Febian dan Mahalini Gelar Upacara Adat Mapamit, Apa Itu?

Kabar yang mengejutkan adalah ketika Alshad Ahmad menikahi Nissa Asyifa. Pada saat itu, perempuan yang ia pacari selama 7 tahun itu sedang hamil sekitar 8 bulan.

Banyak yang merasa peduli dan iba kepada Tiara Andini yang kini masih menjadi kekasih Alshad Ahmad. Namun, banyak pula yang nyinyir terhadap penyanyi jebolan Indonesian Idol itu.

Profil Chandrika Chika, Selebgram Cantik yang Terjerat Kasus Narkoba

Tetapi disamping itu, perlu dipahami oleh publik tentang bagaimana islam memandang pernikahan Alshad Ahmad dengan Nissa Asyifa yang sedang hamil 8 bulan dimana kehamilan tersebut dikabarkan adalah hasil hubungan terlarang diantara keduanya.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama Sumatera Selatan sebagaimana dilansir oleh VIVA pada Rabu, 22 Maret 2023, dikatakan ada dua hal yang perlu dijelaskan perihal menikahi perempuan yang sedang hamil. Yaitu, bagaimana status hukum lelaki yang menikahi perempuan yang sedang mengandung anak orang lain, dan bagaimana status hukum lelaki yang menikahi perempuan yang sedang hamil anak biologisnya sendiri.

Bukan Penistaan Agama, Ini Alasan TikToker Galih Loss Buat Konten Soal Taawudz

Dalam menjawab dua persoalan itu, pendapat Ahmad Sarwat yang dikutip dari website Rumah Fiqih layak menjadi pegangan hukum. Adapun beberapa pendapatnya sebagai berikut:

Hanya Lelaki Yang Menghamili Boleh Menikahi

Pertama, pendapat Imam Abu Hanifah yang menjelaskan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.

Kedua, Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya.

Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah bertaubat dari dosa zinanya. Jika belum, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An-Nawawi, jus XVI halaman 253.

Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut. Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda:

“Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR Tabarany dan Daruquthuny). Juga dengan hadis berikut, Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, istriku ini seorang yang suka berzina. Beliau menjawab: “Ceraikan dia.” “Tapi aku takut memberatkan diriku”. “Kalau begitu mut`ahilah dia”. (HR Abu Daud dan An-Nasa`i)

Boleh Dinikahi oleh Lelaki yang Tak Menghamili

Ketiga, Pendapat Imam Asy-Syafi'i yang menerangkan bahwa baik laki-laki yang menghamili ataupun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43.

Adapun pendapat yang mengharamkan seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.

Dalilnya adalah beberapa nash berikut, Nabi SAW bersabda: "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan." (HR Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim).

Juga dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy).