Hukum Zinah Dalam Islam, Ini Fatwa MUI Untuk LGBT

Tangkap layar diduga kafe LGBT di Jaksel
Sumber :
  • Instagram @jktnews

BANDUNG – Diduga dua orang pria kaum Lesbian, gay, bioseksual, transgender (LGBT), kembali menghebohkan media sosial TikTok.

MUI Himbau Masyarakat Doakan Timnas Indonesia Juara Piala Asia 2024 dan Lolos ke Olimpiade Paris

Pasangan LGBT tersebut berani umbar kemesraan di tempat umum, tepatnya dalam angkutan umum, ditengah ramai penumpang.

Momen tersebut romantis pasangan sesama jenis itu diunggah akun TikTok @fajarariawan8 pada Senin, 27 Juni 2022.

MUI Harap Momen Idul Fitri 1445 H Bisa Jadi Titik Rekonsiliasi Pasca Pemilu 2024

Lantas, bagaimana hukum pelaku LGBT dalam islam? Dilansir dari laman resmi Kemenag pada, Selasa, 28 Juni 2022, berikut ini hukum perilaku atau perbuatan LGBT dalam islam.

Dasar larangan LGBT

Tetapkan Idul Fitri Lebih Awal, MUI Sebut Praktik Jemaah Aolia Tidak Sesuai Syariat Islam

Syari’at hukum Islam bersifat universal, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun sesama manusia dan alam.

Dalam praktiknya syari’at Islam senantiasa memperhatikan kemaslahatan manusia, dengan mengajak setiap pengikutnya untuk mematuhi perintah dan larangannya.

Hukum Islam akan menindak tegas para pelaku yang melanggar ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan berdasarkan nash al-Qur’an dan hadis.

Prinsip ini merupakan suatu yang esensial dan faktual dalam menangani problem yang terjadi dalam masyarakat Islam (Syaltut, 1968: 12).

Syari’at Islam berasal dari wahyu Allah Swt. Oleh karena itu, syari’at yang diturunkannya juga mempunyai satu sistem.

Artinya, hukum-hukum yang dikandung syari’at Islam tersebut tunduk pada satu landasan dan tujuan, sehingga ketentuan-ketentuannya pun seragam, tidak bertentangan antara satu dengan lainnya.

Dalam hal ini, Islam membawa ajaran yang lengkap, mencakup seluruh aspek kehidupan.Tidak satupun aspek hidup dan kehidupan umat manusia yang lepas dari perhatian Islam. Diantara aspek kehidupan yang sangat penting yang di atur Islam adalah hubungan biologis atau seks.

Seks merupakan suatu hal yang bersifat sakral dan harus disalurkan secara benar dan bermoral melalui pernikahan.

Penyaluran seks di luar nikah disebut zina yang merupakan pelanggaran yang amat tercela. Akhir-akhir ini, perilaku seks berupa zina, homoseksual, lesbian, dan berbagai perilaku aneh dalam hal seks ini, marak dibahas oleh masyarakat Indonesia, baik melalui media elektronik, cetak, maupun melalui seminar dan diskusi.

Istilah yang berkembang dalam perilaku seks dan perilaku aneh tersebut dinamakan dengan LGBT (Lesbian, gay, bioseksual, dan transgender).

Perilaku LGBT yang dilakukan sejumlah orang mengundang kontroversi (pro dan kontra) serta polemik pada kalangan masyarakat luas, baik secara internasional maupun nasional.

Kalangan yang mendukung (pro) LGBT berdalih pada Hak Asasi Manusia (HAM), sedangkan kalangan yang tidak mendukung (kontra) berdalih pada aturan agama dan moral.

Pro-kontra ini, bisa jadi diakibatkan karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang hal ini, padahal persoalan ini justru berkaitan dengan ketentraman masyarakat.

Perilaku gay atau homoseksual telah dikenal masyarakat dari masa ke masa. Pada kurun waktu tertentu perilaku ini dilakukan oleh kaum Nabi Luth AS.

Al-Q ur’an telah menggambarkan sifat-sifat kaum Nabi Luth yang tidak mau mengawini perempuan, sebagaimana terdapat dalam QS.al A’raf (7): 80-84.

Hukum LGBT dalam 4 Mazhab

1. Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa tindakan liwath mewajibkan seseorang mendapatkan hukuman hadd. Karena Allah Swt memperberat hukuman bagi pelakunya dalam kitab-Nya. Sehingga pelakunya harus mendapatkan hukuman hadd zina karena adanya makna perzinaan di dalamnya.

2. Imam Abu Hanifah berpendapat, orang yang melakukan liwath hanya di hukum ta’zir saja. Karena tindakan liwath tidak sampai menyebabkan percampuran nasab, dan biasanya tidak sampai menyebabkan perseteruan yang sampai berujung pada pembunuhan pelaku, dan liwath sendiri bukanlah termasuk zina.

3. Ulama Malikiyah dan ulama Hanabilah mengemukakan bahwa pelakunya dihukum rajam, baik pelakunya berstatus muhshan (telah menikah) maupun ghairu muhshan (belum menikah).

4. Ulama Syafi’iyah berpandangan hukuman had bagi pelaku liwath adalah sama dengan hukuman hadd zina. Jika pelaku berstatus muhshan, maka wajib di rajam. Sedangkan, jika pelakunya berstatus ghairu muhshan, maka wajib dicambuk dan diasingkan. Hal ini di dasarkan pada satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asyari ra, bahwasanya Rasul Saw bersabda: “Apabila seorang laki laki mendatangi laki-laki, maka kedua-duanya telah berzina. Dan apabila seorang perempuan mendatangi perempuan, maka kedua-duanya telah berzina”.

Jenis hukuman pelaku LGBT

1. Dibunuh dalam bentuk di hukum rajam(jenis hukuman dalam bentuk dilempar dengan batu sampai mati) baik dilakukan oleh muhshan maupun ghairu muhshan). Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud “Jika kamu sekalian mendapati orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah orang yang menjadi subjek (pelakunya) dan yang menjadi objeknya (yang diperlakukan)”.

2. Sama dengan sanksi bagi pelaku zina, yakni apabila yang melakukan liwath adalah muhshan, maka pelakunya di hukum rajam, jika pelakunya ghairu muhshan maka di dera (cambuk) seratus kali.

3. Hukum ta’zir (jenis hukuman yang diserahkan kepada pemerintah atau hakim). Dengan demikian, berat ringannya sanksi tersebut sangat ditentukan oleh pemerintah atau hakim.

LGBT berdasarkan fatwa MUI

Dalam Fatwa  MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi, dan pencabulan, dengan tegas MUI memfatwakan bahwa pelaku sodomi (liwāṭ) baik lesbian maupun gay hukumnya adalah haram dan merupakan bentuk kejahatan, dikenakan hukuman ta'zīr yang tingkat hukumannya bisa maksimal yaitu sampai pada hukuman mati.

Demikian juga dalam hal korban dari kejahatan (jarīmah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah anak-anak, pelakunya juga dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati. (Irv)