57 Negara Sepakat Jinakkan AI Sebelum Kiamat Teknologi
- id.pinterest.com
VIVABandung – Dalam langkah bersejarah, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Inggris telah membuat terobosan dengan menandatangani perjanjian internasional pertama yang mengatur penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Traktat bersejarah ini melibatkan 57 negara dan sejumlah organisasi non-pemerintah, menandai titik balik dalam upaya mengendalikan perkembangan teknologi yang selama ini nyaris tanpa kendali.
Konvensi AI yang baru ditandatangani fokus pada perlindungan hak asasi manusia di tengah derasnya perkembangan teknologi digital.
Berbeda dengan Undang-Undang AI Uni Eropa yang telah berlaku sebelumnya, perjanjian internasional ini lebih menekankan pada aspek kemanusiaan dan etika penggunaan AI.
Para penandatangan memiliki fleksibilitas untuk mengadopsi regulasi secara utuh atau membentuk undang-undang nasional yang disesuaikan dengan kerangka perjanjian.
Langkah ini mencerminkan kesadaran global akan potensi risiko yang ditimbulkan oleh perkembangan AI yang tidak terkendali.
Meskipun demikian, para ahli hukum mulai mempertanyakan efektivitas perjanjian tersebut.
Kritik utama tertuju pada rumusan prinsip dan kewajiban yang dinilai terlalu umum dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
Beberapa kelemahan mencolok termasuk pengecualian sistem AI untuk keamanan nasional dan regulasi yang relatif lemah di sektor privat.
Menteri Kehakiman Inggris menegaskan bahwa konvensi ini merupakan langkah signifikan untuk memastikan teknologi baru dapat dimanfaatkan tanpa mengorbankan nilai-nilai fundamental seperti hak asasi manusia dan supremasi hukum.
Konsul Eropa, organisasi internasional independen yang fokus pada perlindungan HAM, memainkan peran kunci dalam perumusan perjanjian ini.
Dengan melibatkan 46 negara anggota, organisasi ini berupaya menciptakan kerangka hukum yang komprehensif untuk mengatur perkembangan AI.
Tantangan besar yang tersisa adalah implementasi praktis dari kesepakatan ini. Pertanyaan mengenai bagaimana negara-negara akan menegakkan aturan, mengawasi perkembangan, dan memberikan sanksi masih membutuhkan jawaban konkret.
Terlepas dari kritik, perjanjian internasional ini menandakan babak baru dalam tata kelola teknologi digital.
Untuk pertama kalinya, komunitas internasional menunjukkan komitmen bersama dalam mengendalikan AI sebelum teknologi ini benar-benar di luar kendali.****