Cara Jitu Berkomunikasi dengan Anak Pra Remaja yang Mulai Tertutup
VIVABandung – Di era digital saat ini, tantangan mengasuh anak pra-remaja semakin kompleks.
Para orang tua harus menghadapi perubahan perilaku anak yang mulai memasuki fase pre-teen atau pra-remaja.
Pelatih Pendidikan Keluarga Yayasan Rangkul Keluarga Kita Berdaya, Reni Setyowati, fase pra-remaja biasanya dimulai dari usia 9 hingga 14 tahun. Namun, perkembangan teknologi membuat anak-anak cenderung lebih cepat dewasa.
Perubahan perilaku yang paling mencolok adalah ketika anak mulai menjaga privasi mereka.
Reni Setyowati menekankan bahwa orang tua perlu menghargai privasi anak. Namun, tetap harus ada batasan yang jelas antara rahasia pribadi dan rahasia orang lain.
Dalam berkomunikasi dengan anak pra-remaja, orang tua perlu menghindari pemberian nasihat yang berlebihan.
"Kebanyakan ngasih nasihat itu jadi conversation blocker," tegas Reni.
Pendekatan yang lebih efektif adalah dengan memvalidasi perasaan anak terlebih dahulu. Orang tua bisa berbagi pengalaman pribadi yang relevan untuk membangun kedekatan.
Para orang tua juga disarankan untuk tidak selalu memiliki agenda tersembunyi saat mengobrol dengan anak. Biarkan beberapa percakapan mengalir natural tanpa embel-embel nasihat.
Penting bagi orang tua untuk menunjukkan minat yang tulus terhadap kegiatan anak.
"Really getting interested dengan apa yang dia lakukan," ujar Reni Setyowati.
Jika anak senang bermain game, orang tua bisa ikut bermain. Jika anak suka musik atau film tertentu, orang tua bisa mencoba menikmatinya bersama.
Dalam menetapkan aturan, orang tua harus konsisten namun tetap fleksibel. Ada hal-hal yang bisa dinegosiasikan dan ada yang tidak bisa ditawar.
Ketika anak melanggar aturan, orang tua perlu menahan diri untuk tidak langsung marah. Beri kesempatan anak untuk bercerita dengan jujur.
Reni Setyowati menyarankan agar orang tua memilih 'battle' yang tepat. Tidak semua hal perlu dipermasalahkan untuk menghindari konflik yang tidak perlu.
Orang tua juga perlu memahami bahwa anak pra-remaja belum memiliki kemampuan berpikir yang sempurna. Prefrontal korteks mereka masih berkembang.
Penting untuk mengarahkan anak ke kegiatan-kegiatan positif sebagai pengalihan. Ini bisa berupa kunjungan ke museum atau mengikuti acara edukatif.
Dialog terbuka antara orang tua dan anak harus terus dijaga. Beri ruang bagi anak untuk mengekspresikan pendapat mereka.
Orang tua perlu membangun hubungan yang hangat sejak dini. Jangan menunggu sampai anak memasuki masa remaja untuk memulai komunikasi yang baik.
Values keluarga tetap harus ditegakkan meski terkadang bertentangan dengan keinginan anak. Namun cara penyampaiannya harus tepat.
Ketika anak mulai tertarik dengan hal-hal baru, orang tua bisa menjadikannya sebagai 'teachable moment' untuk diskusi yang konstruktif.
Di era digital, pengawasan terhadap konten yang dikonsumsi anak menjadi tantangan tersendiri. Orang tua perlu terus update dengan perkembangan zaman.****