Perihal Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Begini Pandangan Pakar UGM

Surat suara Pilpres pada Pemilu tahun 2019
Sumber :
  • viva.co.id

Bandung – Mada Sukmajati, pakar ilmu politik pada Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, mengutarakan pandangannya tentang polemik sistem pemilu yang dirasa lebih tepat untuk kondisi masyarakat Indonesia, sistem proporsional tertutup atau proporsional terbuka.

Clara Shinta Bantah Bawa Agenda Politik Anies Baswedan ke Polemik Gus Miftah Hina Penjual Es Teh

Apabila menengok sistem proporsional terbuka yang diterapkan pada Pemilu sebelumnya, maka menurut Mada, sistem proporsional tertutup lebih banyak memiliki kelebihan, serta lebih cocok diterapkan pada pemilu legislatif yang dilakukan secara serentak, sebab sistem tersebut lebih sederhana.

“Banyak ahli sudah mewanti-wanti, kalau sebuah negara menyelenggarakan pemilu serentak maka pilihlah sistem yang paling sederhana, dan sistem tertutup ini adalah sistem yang sederhana dari sisi pemilih,” jelas Mada seperti yang dilansir viva.co.id.

Anies Baswedan Ikut Terseret Kontroversi Penghinaan Gus Miftah Kepada Penjual Es Teh

Kendati sistem tersebut dianggap lebih sesuai, pemilu legislatif melalui sistem proporsional tertutup perlu melewati tahapan. Misalnya, perlu diawali dengan kandidasi di internal parpol yang memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.

Selain itu, kata Mada, yang tak kalah pentingnya adalah edukasi agar masyarakat atau pemilih mengenal calon-calon yang diusung sebuah partai.

Narasi Agenda Politik Anak Abah Mencuat di Kasus Gus Miftah Hina Penjual Es Teh

Selanjutnya ia menjelaskan kelebihan lain dari sistem proporsional tertutup. Menurutnya, secara teknis, sistem proporsional tertutup lebih meringankan panitia pelaksana pemilu dalam proses rekapitulasi atau penghitungan suara.

Lebih lanjut ia mengingatkan, bahwa pada pemilu sebelumnya banyak ditemukan panitia pelaksana pemilu yang sampai meninggal dunia karena kelelahan, maka masalah rekapitulasi tersebut perlu menjadi pertimbangan dalam memilih sistem pemilu.

Sedangkan untuk menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi agar terpenuhi, ada beberapa aturan atau mikanisme yang dapat diterapkan, misalnya melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang mewajibkan setiap partai memiliki berita acara terkait proses pencalonan. Selain itu, pemilih juga bisa berpartisipasi secara mandiri, misalnya, melalui forum atau komunitas di luar partai politik.

Meski demikian, menurut pakar politik UGM tersebut, pemilu dengan sistem proporsional tertutup tidak akan bebas dari kendala, terlebih akan mendapat penolakan dari partai yang tidak biasa mengorganisasi diri.

“Sistem tertutup hampir bisa dipastikan akan disetujui oleh partai yang secara serius mengorganisasi diri, meski tetap akan ada banyak kendala, dan pasti tidak disetujui partai yang tidak suka capai-capai mengorganisasi dan hanya memainkan media,” imbuhnya.