Diduga Kewalahan Bayar Utang Luar Negeri, Negara Sri Langka Bangkrut!
- istimewa
BANDUNG – Negera Republik Sosialis Demokratis Sri Lanka yang merupakan pulau di sebelah utara Samudera Hindia di pesisir tenggara India, dianggap bangkrut.
Sekolah-sekolah dan kantor pemerintah di kota besar Sri Lanka dikabarkan ditutup karena krisis energi yang parah. Kekurangan bahan pangan dan bahan bakar minyak (BBM) kini menghantui negara itu.
Selain itu, krisis ekonomi telah menyebabkan gejolak poltik diwarnai dengan protes di mana-mana. Polisi bersenjata terlihat berjaga-jaga dengan laras panjang menjaga objek vital seperi SPBU.
Melansir dari The Washington Post pada Kamis, 23 Juni 2022, konfrontasi terus terjadi antara aparat keamanan dengan warga karena dilarang membeli bahan bakar di SPBU akibat pasokan menipis.
Tak hanya itu, bahkan jalan-jalan Ibu Kota Kolombo yang biasanya ramai kini sepi seperti kota mati, bahan bakar hanya dikhususkan untuk fasilitas pennting seperti rumah sakit.
Chandima Madusanka, seorang pengemudi becak di Kolombo mengatakan, dia menunggu dua hari untuk mendapatkan tujuh liter bensin, yang dia perkirakan hanya akan bertahan sehari.
Dia mengatakan menjadi tidak mungkin untuk memberi makan keluarganya. "Bagaimana kita bisa hidup seperti ini?” dia bertanya dengan marah. Ratusan ribu warga Sri Lanka dilaporkan angkat kaki dari negara itu.
Melansir Reuters, pada Kamis, 23 Juni 2022, dalam lima bulan pertama tahun 2022, pihak imigrasi dilaporkan telah mengeluarkan 288.645 paspor, dibandingkan dengan 91.331 pada periode yang sama tahun lalu.
Departemen imigrasi setempat jugs melaporkan sampai kewalahan meladeni warga yang membuat paspor. Sementara itu, pemerintah Sri Lanka dengan IMF baru akan membicarakan bailout pekan ini di Kolombo.
Pada bulan April, negara itu menangguhkan pembayaran utang luar negerinya, yang mencapai USD51 miliar. Sri Lanka terjebak krisis pangan dan energi akibat kurangnya cadangan devisa yang dimiliki negara itu.
Inflasi telah melonjak hingga 33 persen. Krisis devisa salah satunya disebabkan karena pemerintah kewalahan untuk membayar utang luar negeri. (irv)