PPATK Temukan Transaksi Mencurigakan Jelang Pilpres 2024, Begini Kata Pengamat

Logo partai peserta pemilu 2024
Sumber :
  • viva.co.id

VIVA Bandung - Belum lama ini PPATK melalui Kepala PPATK Ivan Yustiavanda menyampaikan secara terbuka peningkatan transaksi keuangan mencurigakan setelah ditetapkannya Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2024.

Penipuan Social Engineering Merajalela, Jangan Sampai Jadi Korban!

Sehingga patut diduga transaksi mencurigakan tersebut diperuntukkan kepentingan kampanye pemilu 2024.

Bahkan ketua PPATK tersebut menyebutkan kenaikan transaksi mencurigakan tersebut mencapai 100 persen.

Cek Link DANA Kaget Rp225 Ribu, Buruan Sebelum Kehabisan!

Disinilah salah satu urgensi adanya pasal yang mengatur dana kampanye. Sehingga jika transaksi mencurigakan tersebut tidak mampu diproses secara hukum, maka buat apa ada aturan dana kampanye.

Oleh karena itu, kasus ini harus diproses secara tuntas dan transparan kepada publik.

Waspadai Modus Penipuan Online Shop yang Semakin Canggih

Kenapa harus transparan dalam proses penangan dan penegakan hukumnya, agar masyarakat bisa melihat siapa yang berprilaku jahat dan siapa yang tidak dalam mengikuti kontestasi pemilu 2024.

Sehingga masyarakat bisa teredukasi secara politik dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilu 2024.

Dalam konteks ini, menurut Founder LS Vinus, Yustifriadi mengatakan, dirinya memberikan apresiasi kepada PPATK yang telah menyampaikan kasus ini kepada publik dan secara resmi kepada penyelenggara pemilu.

Tinggal apakah penyelenggara pemilu mampu merespon kasus ini atau tidak, mampu menindaklanjutinya melalui proses hukum atau tidak.

Atau hanya sekedar merespon saja tanpa ada tindak lanjut, sebagai bentuk meredam opini publik. Beberapa hal yang seharusnya dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

Pertama, KPU. Laporan dana kampanye baik kampanye untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota legislatif maupun calon anggota DPD dipastikan sudah diterima oleh KPU.

Yang diawali dengan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) yang dilanjutkan dengan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan dan Sumbangan  Dana Kampanye (LPSDK), Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) dan Laporan Akhir Dana Kampanye (LADK) dan Audit Dana Kampanye.

Sehingga dengan berbagai instrumen yang dilaporkan ini, KPU harusnya bisa mengetahui pergeseran transaksi keuangan yang diperuntukan kampanye tersebut.

Begitupun ketika tidak ada laporan, sudah bisa dipastikan berbagai instrumen dana kampanye tersebut hanyalah bersifat administratif. Sedangkan praktek kampanyenya menggunakan dana diluar itu.

Sangat mungkin yang digunakan adalah yang bersumber dari transaksi mencurigakan tersebut. Jika ini terjadi, maka KPU harus melaporkannya kepada Bawaslu sebagai bentuk komitmen terhadap aturan.

Kedua, Bawaslu. Informasi dari PPATK tersebut harus dijadikan temuan oleh Bawaslu. Sehingga Bawaslu harus segera menangani dan memprosesnya secara hukum. Tentu saja koordinasi dan komunikasi dengan KPU dan PPATK menjadi penting.

Komunikasi dengan PPATK untuk mengetahui secara jelas pihak mana saja yang diindikasi mencurigakan. Sedangkan komunikasi dengan KPU untuk meminta data laporan dana kampanye.

Selain bawaslu mengawasi keterbukaan KPU atas data tersebut, kepatuhan peserta pemilu dalam melaporkan dana kampanye dengan berbagai instrumen sesuai peraturan, juga mengawasi fakta dilapangan untuk mensinkronkan laporan dana kampanye dengan fakta di lapangan dana yang digunakan untuk kampanye.

Pengamat Politik, Yustifriadi

Photo :
  • Pribadi/Istimewa

Walaupun saya sangat pesimis bawaslu bisa menjangkau semua itu, karena bawaslu selama ini pengawasannya hanya bersifat administratif, tidak bersifat investigatif. Ketiga, Penegak Hukum lain.

Transaksi keuangan yang mencurigakan juga merupakan domain penegak hukum lain seperti kepolisian.

Oleh karena itu ketika KPU dan Bawaslu tidak mampu mengungkap kasus ini, tinggal kepada penegak hukum yang lain untuk bisa menanganinya.

Jika kasus ini tidak dituntaskan, maka akan selalu terulang, membuat nyaman para "penjahat Pemilu" dan demokrasi dalam pemilu akan semakin jauh dari kualitasnya.