Ibu Baru Stres dan Tertekan, Bagaimana Cara Mengatasi Baby Blues?
VIVABandung – Baby blues menjadi momok menakutkan bagi para ibu baru pasca melahirkan. Kondisi ini kerap membuat mereka merasa terisolasi dan tidak berdaya di tengah peran barunya sebagai seorang ibu.
Psikolog Klinis dari Rumah Sakit Pondok Indah Puri Indah, Meriyati, M.Psi., menjelaskan bahwa baby blues merupakan gangguan perubahan suasana hati yang bersifat ringan. Kondisi ini umum terjadi pada ibu pasca melahirkan.
"Baby blues biasanya terjadi di awal 2 hingga 3 hari pertama pasca melahirkan dan bisa berlangsung hingga 2 minggu," ungkap Meriyati dalam sebuah sesi podcast Channel Youtube RS Pondok Indah.
Penyebab baby blues ternyata tidak tunggal. Faktor utamanya adalah perubahan hormon yang drastis setelah melahirkan.
Hormon yang tadinya tinggi selama kehamilan tiba-tiba menurun tajam. Perubahan peran juga menjadi pemicu signifikan.
Transisi dari rutinitas kerja ke peran ibu baru seringkali menimbulkan tekanan tersendiri. Ditambah lagi dengan jadwal tidur dan makan yang berantakan karena harus menyesuaikan dengan ritme bayi.
Meriyati menekankan pentingnya mengenali gejala baby blues.
"Baby blues itu isinya adalah emosi negatif, merasa sendiri, merasa tidak disayang, kelelahan," jelasnya.
Kabar baiknya, baby blues tidak memerlukan intervensi medis khusus. Kondisi ini bisa membaik dengan sendirinya dengan dukungan yang tepat dari orang terdekat.
Langkah pertama mengatasinya adalah dengan mengenali dan mengomunikasikan apa yang dirasakan.
"Penting sekali mengutarakan keluhanmu agar bisa dibantu secara tepat," tegas Meriyati.
Selain itu, ibu baru disarankan untuk menjaga asupan nutrisi dan melakukan olahraga ringan. Meditasi dan relaksasi juga terbukti efektif mempercepat pemulihan.
"Kalau diisi dengan emosi-emosi positif, fase penyembuhan baby blues itu akan sangat cepat," tambah Meryiati optimis.
Dukungan pasangan memegang peranan kunci dalam proses pemulihan baby blues. Pembagian tugas yang seimbang dalam pengasuhan bayi dapat mengurangi beban fisik dan mental ibu baru.
Para ibu juga dianjurkan untuk bergabung dengan komunitas ibu baru.
Berbagi pengalaman dengan sesama ibu yang mengalami kondisi serupa bisa memberikan rasa nyaman dan mengurangi perasaan terisolasi.
Meriati juga menyarankan untuk tidak ragu mencari bantuan profesional jika gejala berlangsung lebih dari dua minggu. Hal ini penting untuk mencegah berkembangnya kondisi menjadi depresi postpartum yang lebih serius.
Pola istirahat yang teratur, meskipun sulit, tetap harus diupayakan. Ibu bisa memanfaatkan waktu ketika bayi tidur untuk beristirahat, alih-alih mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dukungan keluarga besar juga tak kalah penting. Mereka bisa membantu meringankan beban ibu dengan cara mengambil alih sebagian tugas pengasuhan atau pekerjaan rumah tangga.****