DPR Dorong Pembentukan Timsus Investigasi Persoalan Amman Mineral
- ANTARA
BANDUNG – Anggota Komisi VII DPR RI Adian Napitupulu mendorong dilakukannya pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau audit investigasi menyeluruh terkait sejumlah persoalan yang terjadi di PT Amman Mineral Nusa Tenggara.
Bukan tanpa alasan, menurut dia, hal tersebut perlu dilakukan mengingat jawaban tertulis yang disampaikan Amman Mineral dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VII DPR RI belum lama ini terkesan sangat janggal.
“Dalam jawaban tertulis PT Amman Mineral di RDPU dengan DPR terlihat bahwa ada banyak hal hal penting dan mendasar yang coba diingkari atau ditutup-tutupi PT Amman Mineral. Dengan demikian maka saya merasa perlu untuk mendorong RDPU ke 2 sesuai kesimpulan RDPU pertama,” terang Adian dalam keterangan resminya kepada wartawan, Rabu, 30 November 2022.
Sejumlah permasalahan yang diduga dilakukan oleh Amman Mineral antara lain, soal kewajiban CSR. Adian tegaskan, persoalan kewajiban CSR Amman Mineral tersebut harus segera direalisasikan tanpa penundaan.
“Berhitung dari jawaban Amman Mineral pada Komisi VII terkait jumlah CSR dari tahun 2017 hingga tahun 2022, maka ada kekurangan realisasi pembayaran sebesar hampir 15 juta dollar AS atau hampir mendekati Rp 214 Milyar. Dalam kesimpulan RDPU tanggal 10 November 2022, maka disepakati dengan DPR agar kekurangan realisasi tersebut direalisasikan dengan kewajiban CSR tahun 2023 sebesar 5,6 juta USD ditambah 14.9 juta USD atau sekitar 20,5 juta USD, yang diperkirakan jika dikonversi ke rupiah nilainya adalah Rp 307 Miliar,” urai Politikus PDIP ini.
Kendati begitu, lanjut Adian, dalam jawaban Amman Mineral pada komisi VII DPR RI, hal realisasi CSR tertunggak tersebut tetap tidak dimasukan dalam kewajiban CSR 2023. Termasuk tidak menjawab secara detail, kemana saja CSR yang sudah disalurkan secara transparan. Dengan demikian maka Amman Mineral mengingkari hasil RDPU dengan komisi VII.
“Ketidakpatuhan Amman Mineral dalam hal PPM/CSR tersebut bisa mendapatkan sanksi administratif dari negara sebagaimana ditegaskan dalam *PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pada Pasal 179 dan Pasal 180. Konsekuensinya, pada Pasal 185 sanksinya berupa penghentian operasi produksi dan bahkan pencabutan IUPK,” tegasnya.