Muhammad Adil Dari Partai Apa? Berikut Rekam Jejak Karir Politik Bupati Kepulauan Meranti
- VIVA Grup
VIVA Bandung – Bupati Meranti, Muhammad Adil merupakan pria kelahiran pada tanggal 18 April 1950 silam di Alah Air, Riau.
Muhammad Adil ini diketahui menjabat sebagai Bupati Kepulauan Meranti sejak 2021 hingga 2024 mendatang.
Muhammad Adil juga diketahui menyelesaikan pendidikan sarjana dan magisternya di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru.
Sebelum menjabat sebagai Bupati Meranti, Muhammad Adil mengawali karier politiknya dengan bergabung sebagai legislator di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkalis Periode 2009-2014.
Kemudian, Adil kembali menjadi anggota DPRD di Kabupaten Meranti periode 2014-2018 saat masih bergabung dengan Partai Hanura. Namun, pada tahun 2018 Adil memutuskan untuk hengkang dari Partai Hanura dan bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Bersama PKB, Muhammad Adil pun kembali terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti untuk periode 2019-2024.
Di tengah-tengah masa baktinya sebagai perwakilan rakyat daerah, Muhammad Adil memutuskan untuk mundur dari jabatannya dan maju sebagai calon Bupati Meranti. Keputusannya mundur sebagai anggota DPRD pun membuahkan hasil.
Terbukti, pada tanggal 26 Februari 2021 kemarin, Muhammad Adil resmi menjadi orang nomor satu di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Akan tetapi, pada tanggal 7 April 2023, Muhammad Adil malah terjaring OTT oleh KPK berserta beberapa pejabat pemerintah daerah lainnya.
KPK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara soal operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, pada hari Jumat (7/4/2023) malam.
OTT (operasi tangkap tangan) Bupati Meranti Muhammad Adil, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sita uang Rp26,1 miliar. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan KPK tidak memandang besar atau kecilnya nilai transaksional dalam sebuah tindak pidana korupsi.
"Sebagai pemahaman bersama mengenai jumlah uang besar ataupun kecil itu bukan utama dalam pembuktian unsur korupsi," ujar Ali, Jumat (7/4/2023).
"Sedikit atau banyak sama saja itu perbuatan korupsi. Bahkan, menerima janji pun bila itu ada transaksi terkait penyalahgunaan jabatan sebagai penyelenggara sudah masuk kategori tindak pidana korupsi," sambungnya.
Dalam OTT yang berlangsung pada Kamis malam (6/4/2023) tersebut, penyidik KPK mengamankan total 25 orang yang terdiri dari Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau serta sejumlah pejabat dan pihak swasta.
"Sejauh ini tim KPK mengamankan 25 orang terdiri dari Bupati, Sekda, kepala dinas dan badan, kepala bidang, pejabat lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, ajudan bupati dan pihak swasta," jelasnya.
KPK Tetapkan Bupati Meranti Tersangka
KPK tetapkan Bupati Meranti Muhammad Adil tersangka. KPK langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran dan pemberian suap.
Selain Bupati Meranti, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu M. Fahmi Aressa selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan ketiganya ditahan selama 20 hari terhitung sejak 7 April 2023 sampai 27 April 2023. Penyidik KPK menemukan bukti Bupati Meranti Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
Dalam kasus ini, Bupati Meranti diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5-10 persen untuk disetorkan kepada Fitria Nengsih selaku orang kepercayaannya.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih juga menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah atau PT TM yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah.
PT TM terlibat dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Meranti. Perusahaan travel tersebut mempunyai program setiap memberangkatkan 5 jemaah umrah maka akan mendapatkan jatah gratis umrah untuk satu orang.
Akan tetapi, kenyataannya tetap ditagihkan 6 orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti. Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional Bupati Meranti juga digunakan untuk menyuap M. Fahmi Aressa demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.