Polusi Udara Terus Memburuk, Pakar Peringati Risiko Paparan Covid-19
- VIVA Group
Viva Bandung – COVID-19 yang sudah mereda membuat masyarakat melepas masker sebagai bentuk perlindungan diri. Namun para pakar justru kembali mengimbau masyarakat agar memakai masker secara rutin. Hal ini dilakukan karena bahaya polusi udara buruk bisa mengintai.
Hal tersebut dijelaskan oleh pakar paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr dr Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K) yang mengatakan bahwa paparan polusi udara buruk dalam jangka panjang dapat mengakibatkan bahaya pada sistem pernapasan. Apalagi, untuk risiko paparan COVID-19 sendiri juga masih tetap ada dengan mutasi-mutasi baru.
"Negara-negara perlu memperkuat surveilens dan tahu tren penyakit seperti apa. Surveilens untuk COVID-19 sudah marak dilakukan untuk cek pemeriksaan varian. Di Indonesia, kita dominan varian AB4 dan AB5, kita tetap perlu melihat tren mutasi seperti apa," ujar Erlina Burhan pada webinar Sadari, Siaga, Solusi Terhadap Mutasi Virus Pada Masa Endemi COVID-19, beberapa waktu lalu.
Paparan polusi udara buruk yang mengintai juga tidak bisa disepelekan begitu saja. Masyarakat harus mencatat kualitas udara sebelum keluar rumah agar bisa membatasi paparan polutan. Sebab, paparan polusi udara dapat menurunkan imunitas yang akhirnya berisiko pada kerentanan tubuh terhadap infeksi penyakit.
"Kalau terpaksa harus keluar rumah walau monitoring menunjukkan merah atau ungu, sebentar saja karena durasi paparan memengaruhi dampak yang terjadi," imbuh Erlina Burhan.
Selain memeriksa kualitas udara, masyarakat dianjurkan tetap melindungi dengan dari dampak polusi dan COVID-19 sekaligus dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Serta, pemakaian masker sebagai alat pelindung diri termudah.
"Apalagi kalau kita tahu dari data yang cukup tinggi PM 2.5 yang ukurannya sangat kecil mungkin dianjurkan pakai masker respirator atau N95," kata Erlina.
Sebab, dampak dari paparan polusi udara buruk dan infeksi COVID-19 itu bisa berisiko pada penyakit paru dan jantung. Maka, hal itu dapat dikendalikan dengan upaya sederhana namun manfaatnya terasa dalam jangka panjang.
"Alhamdulillah COVID-19 terkendali tetapi tetaplah PHBS, dengan adanya polusi udara kita kembali lagi pakai masker kan sudah terbiasa tiga tahun pakai masker. Sekarang orang senang pakai masker, kelihatan lebih muda," jelasnya.
Senada, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof drh Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., PhD, setuju dengan pemakaian masker kembali. Meski COVID-19 sudah menjadi endemi, kini polutan yang mencemari udara bisa terhirup dan membahayakan kesehatan.
Dibanding COVID-19 yang efeknya bisa cepat sekali dan menyebabkan seseorang sakit, jauh berbeda dengan dampak dari pencemaran udara. Wiku menjelaskan bahwa dampak polusi udara relatif lebih lama karena polutan harus masuk ke sirkulasi darah dulu dalam jumlah banyak atau dengan kata lain efeknya jangka panjang.
"Pakai masker saja dan kalau di rumah pastikan debu dan lainnya tidak boleh ada supaya kita selalu terjaga sehat di mana kita berada," tambah Wiku.