Babak Baru! Ahli Sebut Bukan dari Kopi, Meski Ditemukan Sianida 0.2 mg di Sampel Lambung Mirna

Ahli Forensik, dr Djaja Surya Atmadja
Sumber :
  • Viva.co.id

VIVA Bandung Kasus kopi berisi sianida yang mengakibatkan kematian Wayan Mirna Salihin pada tahun 2016 kembali menarik perhatian publik. Kasus ini kembali menjadi perbincangan setelah dirilisnya film dokumenter berjudul "Ice Cold: Murder, Ice Coffee and Jessica Wongso" di Netflix pada Kamis pekan lalu.

Kasus ini memunculkan pertanyaan dari publik mengenai keanehan yang terjadi selama proses persidangan yang berlangsung selama berbulan-bulan. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah penolakan pihak keluarga Mirna Salihin, terutama ayahnya Edi Darmawan, terhadap dilakukannya otopsi terhadap jenazah putrinya.

Ahli Forensik, Djaja Surya Atmadja

Photo :
  • Istimewa

Selain itu, tentang penemuan sianida di lambung Mirna Salihin yang hanya sebesar 0,2 mg/liter. Terkait hal itu, ahli forensik, dr. Djaja Surya Atmadja angkat bicara.

Dalam podcast dr. Richard Lee, setelah dinyatakan meninggal dunia, jenazah Mirna Salihin dibawa ke rumah duka di RS Dharmais, Jakarta.

Saat itu, dr. Djaja yang bertugas untuk mengawetkan jenazah Mirna Salihin menggunakan formalin meminta pihak keluarga untuk melakukan autopsi.

Ini dilakukan menyusul kabar kematian Mirna Salihin lantaran disebut-sebut keracunan sianida. Namun saat itu, Edi Darmawan ayah Mirna menolaknya.

Wayan Mirna Salihin

Photo :
  • VIVA.co.id

Hingga akhirnya tiga hari setelah Mirna meninggal pihak keluarga setuju untuk melakukan autopsi.

"Endingnya 'dok keluarganya kagak mau, dokter formalin aja'. Syaratnya formalin itu utama ada surat kematian itu sudah ada. Saya formalin atas dasar polisi. Polisi bilang 'dok nanti kami persuasi, mudah-mudahan bisa diautopsi' habis itu saya tidak tau beritanya. Pas malam kembang besok mau dikubur tau-tau oke autopsi," kata dia mengutip tayangan YouTube dr.Richard Lee.

Lebih lanjut, jenazah Mirna yang telah diawetkan dengan formalin kemudian dibawa ke RS Polri untuk diautopsi pada pukul 11 malam. Prosesi itu dilakukan tepat tiga hari setelah Mirna meninggal dunia.

Saat dokter patologi forensik di RS Polri Kramat Jati, dr. Slamet, ingin melakukan autopsi. Lagi-lagi keluarga Mirna berubah pikiran, mereka tak mau putrinya diautopsi.

Ayah Wayan Mirna Salihin, Darmawan Salihin

Photo :
  • Viva.co.id

"Tapi pas dia mau autopsi katanya keluarga menolak lagi. Jadi bolak-balik, akhirnya enggak bisa dipaksa," ujarnya.

Hingga akhirnya pihak keluarga hanya menyetujui pengambilan sampel. Saat itu, dr. Slamet melakukan pengambilan sampel dengan mengambil isi lambung, jaringan hati, darah dan urin.

"Pertama racun dikirim ke puslabfor hasilnya sianida negatif (muntahan) itu masih hidup enggak ada (sianida) Yang diambil tadi darah, hati, isi lambung dan urin. Semuanya negatif sianida," jelasnya.

Namun saat prosesi pengambilan sampel pada isi lambung kala itu ditemukan adanya 0,2 mg/liter sianida. Penemuan sianida dalam jumlah kecil itu pun menjadi tanda tanya.

Djaja mengungkap sianida 0,2 mg/liter di lambung Mirna Salihin kala itu bisa saja karena proses pembusukan. Pembusukan itu, kata dr Djaja bisa menghasilkan sianida.

"0,2 itu kecil banget. Logikanya kalau ada sianida besar jadi kecil itu mungkin. Tapi kalau tidak ada jadi ada itukan tanda tanya. Bisa saja karena pembusukan, pembusukan bisa sebabkan adanya sianida walaupun kecil," katanya.